Lebaran ini kami kumpul dan silaturahmi seperti dulu. Tapi ada yang berubah darinya.
Tiga tahun lalu kami pernah berada pada situasi yang sama seperti ini.
Aku bertemu dia dalam kondisi berbeda. Wajahnya kusut tanpa cahaya. Aku
tahu dia punya masalah besar. Kuajak dia ngopi di sebuah tempat yang
sepi dan enak.
Entah kenapa aku ingin mendengar ceritanya. Setidaknya dengan mendengarkan cerita orang lain, aku bisa belajar darinya.
"Ada apa ?" Tanyaku membuka pembicaraan. Tidak butuh waktu lama dia
mengeluarkan segala keluh kesahnya. Hutang yang melilit bagai ular
berbisa, pendapatan yang minim dan kehilangan tempat bekerja. Sebuah
masalah yang biasa dalam perjalanan hidup, tetapi menjadi luar biasa
ketika sedang berada pada titik pusarannya.
Dia lelaki yang sedang kehilangan harga dirinya..
Aku teringat diriku yang pernah berada pada posisi yang sama. Hancur,
patah dan merasa tak berharga. Semua yang kulakukan salah. Bahkan apa
yang kuanggap potensi rejeki malah berbalik menjadi musibah.
Hingga pada satu waktu aku membaca sebuah nasihat yang menyentuh diriku.
"Perbaikilah akhiratmu, maka Tuhan akan memperbaiki duniamu.." Imam Ali
yang berkata, manusia terbijak yang pernah ada. Dan aku tiba-tiba
paham, bahwa yang dimaksud akhirat bukan syariat, tetapi jauh lebih
dalam maknanya.
Selama ini manusia selalu terpaku pada sudut
pandang dunia. Ketika dia terluka, dia menganggap itu petaka. Padahal
sudut pandang akhirat bisa saja berbeda. Itu adalah sebuah kenikmatan
hanya kita tidak pernah menyadarinya. Karena kita terlalu sombong dan
bodoh untuk mencari artinya.
Dan aku sadar sesudah itu, bahwa
setiap langkah dan keputusanku selalu dipenuhi nafsu. Nafsu membentuk
takdirku dan aku jatuh karena ambisiku. "Tuhan, bantu aku.." begitu
pasrahku ketika lututku sudah tidak berdaya dan kepalaku tertekan ke
tanah dalam posisi menyerah.
Penyerahan diriku itu membawa dampak
menyakitkan. Aku dihajar habis-habisan dalam situasi yang jauh lebih
menekan. Bukannya membaik malah semakin menghantam. Tapi tidak ada yang
bisa kulakukan.
Akhirnya ada saat dimana akalku terang terbuka.
Apa yang dulu kuanggap penghalang, ternyata adalah peluang terbuka. Satu
persatu benang kusut masalah terurai. Aku sadar, tidak bisa
menyelesaikan satu masalah dengan sekali tepukan. Manusia harus melalui
semua proses untuk pembelajaran. Bahwa dirinya bukanlah apa-apa tetapi
sombongnya melebihi Tuhan.
Kuceritakan kepada saudaraku apa yang
pernah terjadi pada diriku. Dia mendengarkan dengan penuh minat dan
logika berfikirnya terbuka. Ketika ia sudah paham, yang dibutuhkannya
hanyalah kesabaran.
Tiga tahun berlalu dan kamipun bertemu
kembali. Dia tersenyum melihatku. Wajahnya bercahaya, menandakan
masalahnya satu persatu terurai. Dia tampak lebih tenang, bijak dan
dewasa. Masalah itu mengajarinya.
Dan sempat kudengar ia
menasihati seorang saudara yang saat ini sedang terkulai. "Jangan
cemaskan masa depanmu, itu urusan Tuhan. Cemaskanlah masa lalumu, dengan
cara apa kamu bisa membayar maksiat yang pernah kamu lakukan ?"
Secangkir kopi datang. Kuseruput dengan pelan.
Kopi selalu mengingatkanku melalui ujung lidahku. Bahwa sejatinya hidup
ini sangat pahit dan kita harus menambahkan sedikit rasa manis supaya
semua seimbang...
Dikutip dari halaman Facebook @DennySiregar