Saturday, 28 October 2017

Sumbing/pupus pahala kebaikan karna lisan dan Mulianya niat karna diam.


Judul artikel : Sumbing/pupus pahala kebaikan karna lisan dan Mulianya niat karna diam. 
Penulis : Pitopangsan

Kisah I :
Seorang pemuda yang bekerja keras memecah batu di sungai kampar, dengan salahsatu tujuan dan niatan ingin membahagiakan adik perempuannya. Selama 12 jam dia bekerja banting tulang mengumpulkan tiap hari hasil kerjanya memecah batu, sampai usia kerja sebulan lebih, sang abang yang ingin membahagiakan adik perempuannya itu pergi ketoko emas untuk membeli perhiasan berupa kalung dan cincin. Sesampainya dirumah kalung dan cincin tadi diberikan kepada sang adik. Diterima dengan perasaan haru, senang dan bangga oleh sang adik, karna abangnya telah rela berkorban dan care (peduli) terhadap sang adik. Padahal sang adik tak tahu sama sekali bagaimana abangnya bekerja dan mendapatkan uang untuk membeli perhiasan. Dan abangnya pun tak pernah bercerita apa pekerjaannya selama ini untuk membeli perhiasan buat adiknya. Semua dirahasiakannya agar sang adik tak merasa iba, sedih hati melihat keras dan susahnya pekerjaan sang abang. Diamnya sang abang demi membahagiakan dan memuliakan sang adik.

Kisah ke dua :
Seorang Pemuda yang sukses dalam pekerjaan propertinya, 3 tahun berusaha didunia properti punya niatan untuk membahagiakan orangtuanya dari jalan ibadah haji ke baitullah kota makkah. Pada akhirnya tertunai lah niatan baik untuk menghaji kan kedua orangtuanya ke baitullah. Mendengar berita baik itu, kedua orangtua senyum, senang dan bangga terhadap anak laki-lakinya yang sukses diusia lajang belum menikah. Akhir kisah anak laki-laki ini bercerita banyak kepada abang dan kakaknya dengan tujuan memberitahukan bahwa dirinya telah mampu membahagiakan orangtua, tanpa disadari perbuatan RIYA' mengintainya. Anak laki-laki ini lalu berkicau dimedia sosial demi untuk menunjukkan kepada publik bahwa dia telah mampu membuat bangga kedua orangtuanya dengan menghajikan mereka.

Hikmahnya adalah : 
1. Kisah pertama, mengajarkan kita dalam hidup bahwa jeripayah dan kerja keras kita tersebut, cukup kita sendiri yang mengetahui. Karna bekerja dalam diam merupakan ibadah terbaik dimata tuhan ilahi.

2. Kisah kedua, mengajarkan kita dalam hidup bahwa, apabila kita telah mampu melakukan suatu ibadah terbaik dimata tuhan, maka usahakan tetap diam dan rahasiakan kepada publik tanpa berlebihan menganggap oranglain tak mampu melakukannya. Karna apabila itu telah terjadi maka, insyallah amalan itu akan menjadi sumbing bahkan bisa menjadi Pupus.
Wassalam
Semoga bermanfaat !

Wednesday, 18 October 2017

"Cinta Pengorbanan Habil Silembut hati Dan Kepasrahan Ismail sipengorban setia cinta Ilahi."




Judul Artikel : "Cinta Pengorbanan Habil Silembut hati Dan Kepasrahan Ismail sipengorban setia cinta Ilahi."
Penulis : Pitopangsan

Dikala siti hawa (baca : isteri Nabi adam) telah melahirkan 20 pasang anak kembar laki-laki dan perempuan, termasuk didalamnya yang terkenal adalah 2 pasang kembar, yang bernama QABIL & IKLIMAH pasangan kembar pertama, dan HABIL & LAHUDA pasangan kembar kedua. Sisulung Qabil adalah anak laki-laki adam yang beruntung diberikan perawakan yang bagus dan gagah rupawan, begitupun kembaran Qabil, yaitu IKLIMAH anak perempuan Adam alaihissalam memiliki rupa cantik dan menarik pada masa itu. Sementara Anak laki-laki pasangan kembaran yang lain yaitu Habil & Lahuda, mereka hanya berparas wajah biasa sahaja, tidak cantik dan tidak gagah rupa.
Proses waktu berjalan, Qabil dan Habil masuki usia dewasa, matang, dan cukup mapan atas pekerjaannya masing-masing. Qabil ahli dalam pekerjaan bercocok tanam, sedangkan Habil sang adik ahli dalam pekerjaan mengembala domba/kibas (baca : pengembala).
Pendek kisah sejarah, sang kakak Qabil jatuh hati kepada Iklimah (kembarannya). Namun, hukum kebiasaan (adab pernikahan) yang diatur oleh sang bapak adam alaihissalam atas perintah dari Tuhan dengan memakai sistem PERNIKAHAN SILANG. Maka, secara otomatis Qabil tak boleh menikah dengan Iklimah, tapi diperkenankan menikah dengan Lahuda. Sementara Habil diperkenankan menikah dengan Iklimah dan tidak boleh menikah dengan Lahuda (kembarannya). Begitulah istilah adab pernikahan silang yang dilakukan oleh adam alaihissalam semasanya.
Mendengar adab pernikahan silang tersebut, Qabil merasa tak puas aturan yang dibuat oleh bapaknya, demi mempertahankan cintanya kepada Iklimah. Qabil tetap bersikukuh pendirian kepada bapaknya Adam alaihissalam untuk mempersunting Iklimah sebagai Isteri. Untuk meredam dan memberikan keadilan kepada kedua anak laki-lakinya, lalu adam diperintahkan oleh Tuhan melakukan korban (baca : pengorbanan) kepada Tuhan, sekaligus menetapkan keputusan MUTLAK dari Tuhan siapa diantara Qabil dan Habil yang berhak atas Iklimah. Ini adalah salahsatu strategi halus Tuhan untuk menyelesaikan konflik perebutan Iklimah oleh Qabil dan Habil. Diantara lain hikmahnya adalah berlapang dada atas keputusan Tuhan dengan cara berkorban (baca : Pengorbanan).
Singkat pula sejarahnya, Habil membawa kibas/domba dari peternakannya sebagai wujud pengorbanan yang disembahkan kepada Allah. Sedangkan, Qabil membawa sayur-sayuran dan buah-buahan dari ladang pertaniannya. Sampai diatas suatu bukit kedua persembahan dari qabil dan habil ditinggalkan begitu sahaja. Selang berapa lama muncul awan dan cahaya terang menuju ke bukit persembahan tersebut. Lalu, mengambil kibas/domba yang di persembahkan oleh Habil kepada Tuhan. Mengetahui hal tesebut, sang kakak Qabil marah dan menjadi dendam kepada sang adik Habil, karna persembahannya ditolak oleh Tuhan.
Pasca pengorbanan tersebut, Qabil mengatur strategi jahat untuk melenyapkan sang adik dari kehidupannya, agar niatnya untuk tetap menikahi Iklimah berjalan lancar. Maka, disuatu malam saat Habil tertidur pulas. Qabil mencekik mati Habil sampai tak berdaya. Rasukan Syetan mendominasi pikiran Qabil untuk membunuhnya telah berhasil ! Demi mendapatkan cinta seorang perempuan (IKLIMAH), Qabil membelakangi aturan, keputusan dan perintah TUHAN !
Bersambung ...

Wednesday, 4 October 2017

Pernikahan Beda Agama, Pertaruhan Cinta Kepada Sang Khalik (Allah).




Judul Artikel : Pernikahan Beda Agama, Pertaruhan Cinta kepada sang Khalik (Allah).
Oleh : Pitopangsan

Tuhan telah ciptakan keseimbangan dalam kehidupan kita dimulai dari siang dan malam, kaya dan miskin, terpandang dan hina, surga dan neraka, tinggi dan rendah, pintar dan bodoh, cantik dan buruk rupa, taat dan pembangkang, pria dan wanita, kesemuanya itu adalah kesempurnaan Allah dalam menata keseimbangan siklus kehidupan duniawi. Sungguh maha suci Allah atas kuasanya melakukan hal tersebut.
Manusia merupakan mahluk yang sesempurna ciptaan. Jika, malaikat didesign dan dibekali oleh Allah hanya menguatkan imannya, maka mahluk ciptaan Allah yang lain seperti Hewan hanya dibekali berupa Nafsu tanpa keimanan. Dan mulia nya kita selaku mahluk ciptaan tuhan adalah dibekali kedua-duanya oleh sang pencipta, miliki iman malaikat, pun jua miliki nafsu hewani. Tanpa sadar, keduanya ini bisa sangat menonjol dalam kehidupan kita. Jika, imannya lebih condong maka manusia bisa berubah seperti karakter malaikat yang selalu taat dan bertasbih kepada rabbussamawati wal ardhi. Kebalikannya bila Nafsu hewani manusia lebih condong, maka tak ayal pula laku, mental dan pola hidupnya pun ibarat kehidupan hewan yang selalu merasa kenyang dan terpuaskan oleh nafsu semata.
Malaikat makanan ruhnya adalah iman, sedangkan hewan makanan ruhnya adalah nafsu, termasuk nafsu birahi. nafsu makan, nafsu minum, nafsu bertarung, nafsu serakah, nafsu berkuasa, nafsu otoritarian dan lain-lain yang disematkan kepada hewan. Jika malaikat mampu mengisi ruhnya dengan makanan keimanan itu pertanda bukti bahwa malaikat merupakan mahluk yang setia, cinta dan taat kepada Allah. Kecintaan malaikat kepada Allah diwujudkan dalam mampunya malaikat memikul tugas yang diamanahkan oleh Allah kepada mereka, ada yang menjaga pintu langit, ada yang menjaga syurga dan neraka, ada yang memikul arsy Allah, ada yang mendistribusikan rezeki kedunia, ada yang menyampaikan wahyu, ada yang pencabut nyawa mahluk dibumi, ada yang pencatat amal baik dan amal buruk, ada yang mengazab mayit dialam kubur, ada pula yang khusus menyaksikan manusia melaksanakan sholat subuh berjamaah dimasjid. Pun jua yang pasti semua malaikat itu melakukan tariqat zikir dan tasbih yang kontinue dan berulang-ulang tanpa henti-hentinya sebagai wujud mengagungkan Allah dan kecintaannya pada sang pencipta. Begitulah kelebihan malaikat dimata kita dan syariat agama kita, islam.
Cinta tentu membutuhkan pengorbanan, butuh kerelaan, butuh keikhlasan, butuh ketaatan semata. Lantas apa bukti cinta kita kepada Allah ? Tidak lain adalah pengabdian, penyembahan, dan pengorbanan. Manusia pengabdi Tuhan, Manusia penyembah Tuhan, dan Manusia yang rela berkorban kepada Tuhan. Rasa cinta ini wajib melebihi rasa cinta kita kepada mahluk Allah yang lain, seperti rasa cinta terhadap orangtua, rasa cinta terhadap istri dan suami, rasa cinta terhadap anak-anak, rasa cinta terhadap hewan peliharaan, bahkan rasa cinta terhadap alam dan tumbuhan-tumbuhan.
Lebih fokusnya lagi mengulas rasa cinta terhadap Allah ketimbang mahluk ciptaan NYA, terkadang banyak kalangan ummat manusia yang telah dengan sadar melanggar dan mendahulukan rasa cinta terhadap lawan jenis tanpa merasa kalau Allah itu punya rasa cemburu kepada mahluknya. Nabiyullah Ibrahim merupakan satu bukti sejarah bagaimana Allah itu merasa cemburu terhadap Ibrahim, dengan kedatangan anaknya yaitu Ismail. Sosok anak yang telah lama dinanti dan didambakan oleh nabiyullah Ibrahim kedatangannya. Sampai suatu masa Allah uji kecintaan Ibrahim dengan memerintahkan untuk menyembelih dan mengorbankan anaknya ismail sebagai bukti ketaatan dan kecintaan Ibrahim kepada NYA.
Lantas, apa yang banyak terjadi fenomena saat ini yang muncul dipermukaan adalah, telah terjadi pernikahan beda keyakinan agama. Yang disadari atau pun tanpa sadar kita telah meninggalkan Allah dengan mendahulukan rasa cinta terhadap manusia ketimbang rasa cinta kepada Allah. Mengapa demikian, karna setiap yang telah dibukukan dalam syariat agama islam baik itu Kitabullah (alqur'an) dan Al Hadist semuanya sudah ketetapan yang baku dan teratur untuk dipatuhi. Sami'na wa atho'na. Jika, Allah katakan dalam kalamnya (kitabullah) keharaman untuk menikahi seorang gadis yang berbeda keyakinan agama maka, itu adalah mutlak tanpa bantahan dari kita selaku pematuh dan pendengar syariat, terkecuali salahsatunya mengikuti keyakinan agama yang sama.
Terimakasih, semoga bermanfaat.
Wassalam.

Karma Anakkah atau Azab Anak ?


Judul Artikel : Karma anakkah atau azab anak ?
Oleh : Pitopangsan

Karma hanya dikenal dalam tatanan kehidupan dalam agama buddhis yang mempertajam urusan Dharma (kebaikan) untuk mencapai nirwana. Semakin banyak Dharma yang dilakukan seseorang penganut buddhisme maka semakin cepat dan mudah dia mencapai nirwana. Ada 8 roda dharma yang musti dizuriatkan oleh penganut buddhis, apabila 8 roda dharma ini sempurna dikerjakan maka, akan terwujud kesempurnaan bakti luhur.
Dalam Paham buddhis, karma hanya berlaku pada perbuatan buruk saja, sementara dalam urusan perbuatan baik dinamakan ganjaran kebaikan bukan karma. Jadi, karma miliki konotasi negatif dalam artiannya yang sangat luas.
Apakah dalam islam miliki istilah karma ? Jawabannya tentu tidak. Islam tak mengenal istilah karma beserta jenis turunannya. Dalam syariat islam kita hanya mengenal balasan amalan kebaikan yang sering dikenal dengan panggilan "Pahala" dan balasan amalan keburukan yang diistilahkan dengan nama "Azab".
Jika karma dalam paham buddhis suatu balasan yang pasti akan dialami oleh orang yang selalu berbuat keburukan, kerusakan, kejahatan dan lain-lain. Bahkan karma dalam paham Buddhis merupakan suatu keadaan buruk yang setimpal akibat perbuatan buruk seseorang dimasa lalunya, dan diyakini pasti terjadi tanpa ada pengecualian.
Dalam islam tadi kita sebut istilah "Azab", maksudnya adalah, keadaan buruk yang diterima oleh seseorang akibat ulah perbuatan pelanggaran syariat agama dan syariat tatanan hidup seseorang. Ambil contoh adalah " Azab terhadap anak durhaka kepada orangtuanya." Seorang anak yang tak taat kepada aturan main keluarga, dengan remeh melanggar peraturan keluarga yang dibuat oleh orangtuanya, seperti contoh Pergaulan berteman, Kesopanan bersikap, Akhlak ketertiban, TanggungJawab, Tugas sebagai anak dan lain-lain.
1. Pergaulan berteman,
Norma pergaulan berteman yang baik tentu semua keluarga menerapkannya, agar sang anak tak salah bergaul atau melampaui batas dalam pergaulan. Lingkungan pergaulan mempengaruhi karakter pembentukan sang anak kedepannya. Lingkungan yang buruk akan, mempengaruhi mental, fisik dan karakter yang buruk pula terhadap sang anak. Lingkungan pergaulan perokok maka, spontan akan mengimitasi perubahan sikap dan mental sang anak menjadi perokok pula. Lingkungan pergaulan peminum tanpa sadar akan mempengaruhi menggerus prinsip hidup baik sang anak untuk ikut menikmati rasanya minuman alkohol. Lingkungan yang buruk akan menempah anak menjadi buruk pula mentalnya. Lingkungan yang baik juga menciptakan suasana kebaikan buat sang anak. Makanya ada pepatah lama yang mengatakan " Berteman dengan si penjual minyak wangi, maka aroma wangi parfumnya akan dirasakan. Berteman dengan pembuat besi, maka kita akan ikut pula merasakan panasnya api pembakaran besi tersebut." Teman yang baik akan mempengaruhi mental anak, teman yang buruk pun juga merubah sikap anak kejurang keburukan. Jadi, mulai lah memfilter siapa saja bakalan yang akan dijadikan berteman dalam pergaulan sehari-hari untuk anak. Salah pergaulan anak maka akan fatal akibatnya. jangan sampai ini terjadi.

2. Kesopanan bersikap
Sopan santun, sopan bersikap dan santun berlisan. Sikap yang baik dan diiringi dengan kesopanan tentulah menjadi magnet tersendiri bagi anak terhadap orang banyak. Efek positif tentu akan diraup oleh sang anak. Sifat asli manusia adalah menyukai kebaikan dan tutur kata yang sopan (lemah lembut). Sang anak yang berkomunikasi ugal-ugalan tak memperhatikan norma sosial masyarakat maka, efek negatif sang anak akan memperoleh cibiran oleh orang lain. Seolah-olah sang anak tak pernah diajarkan sopan dalam berkomunikasi. Ajarkanlah anak-anak kita perkataan yang baik lagi sopan tak mengumbar nafsu lisan.

3. Akhlak Ketertiban
Anak yang punya kebiasaan menjaga Akhlaknya maka, akan teriringi pula sikap tertib dalam hidupnya. Akhlak dan tertib akan senantiasa saling beriringan dan menjadi pelengkap dalam pergaulan hidup sang anak.

4. Tanggung Jawab anak
Salahsatunya adalah menjaga nama baik keluarga. Tak melakukan tindakan asusila, kejahatan, kejelekan, yang membuat susah orangtua. Anak yang baik akan menjaga nama baik keluarganya. Sang anak tak akan berzina, merampok, mabok, maling, membunuh dan semua perbuatan buruk dan kriminal dimata masyarakat dan hukum akan selalu dia hindari dan tak akan terlibat barang sedetik pun. Anak yang seperti ini telah bertanggungjawab dalam menjaga nama baik keluarganya.

5. Tugas sebagai Anak
Selain menuntut hak, sang anak juga dibebankan tugas dalam keluarga, diantaranya adalah : 
- Membantu dan meringankan pekerjaan orangtua jika sudah beranjak dewasa dan mapan untuk bekerja.
- Belajar bersungguh-sungguh jika masih dalam proses pendidikan sekolah. 
- Tidak melibatkan urusan yang mengacaukan cita-cita sang anak. contohnya adalah : Perzinahan dan Mendekat perzinahan atau Pacaran beserta turunannya yang sejenis yang mampu menghambat cita-cita sang anak kedepan.

Nah, jika 5 point diatas tak diamalkan oleh anak besar peluang sang anak akan mengalami kesulitan dalam hidup bahkan sengsara dan sesat. Kesulitan, kesengsaran bahkan kesesatan yang ditimbulkan itulah yang dalam agama islam dinamakan " AZAB ".
Terimakasih, semoga bermanfaat.

Karma Anakkah Atau Azab Anak ?


Judul Artikel : Karma anakkah atau azab anak ?
Penulis : Pitopangsan

Karma hanya dikenal dalam tatanan kehidupan dalam agama buddhis yang mempertajam urusan Dharma (kebaikan) untuk mencapai nirwana. Semakin banyak Dharma yang dilakukan seseorang penganut buddhisme maka semakin cepat dan mudah dia mencapai nirwana. Ada 8 roda dharma yang musti dizuriatkan oleh penganut buddhis, apabila 8 roda dharma ini sempurna dikerjakan maka, akan terwujud kesempurnaan bakti luhur.
Dalam Paham buddhis, karma hanya berlaku pada perbuatan buruk saja, sementara dalam urusan perbuatan baik dinamakan ganjaran kebaikan bukan karma. Jadi, karma miliki konotasi negatif dalam artiannya yang sangat luas.
Apakah dalam islam miliki istilah karma ? Jawabannya tentu tidak. Islam tak mengenal istilah karma beserta jenis turunannya. Dalam syariat islam kita hanya mengenal balasan amalan kebaikan yang sering dikenal dengan panggilan "Pahala" dan balasan amalan keburukan yang diistilahkan dengan nama "Azab".
Jika karma dalam paham buddhis suatu balasan yang pasti akan dialami oleh orang yang selalu berbuat keburukan, kerusakan, kejahatan dan lain-lain. Bahkan karma dalam paham Buddhis merupakan suatu keadaan buruk yang setimpal akibat perbuatan buruk seseorang dimasa lalunya, dan diyakini pasti terjadi tanpa ada pengecualian.
Dalam islam tadi kita sebut istilah "Azab", maksudnya adalah, keadaan buruk yang diterima oleh seseorang akibat ulah perbuatan pelanggaran syariat agama dan syariat tatanan hidup seseorang. Ambil contoh adalah " Azab terhadap anak durhaka kepada orangtuanya." Seorang anak yang tak taat kepada aturan main keluarga, dengan remeh melanggar peraturan keluarga yang dibuat oleh orangtuanya, seperti contoh Pergaulan berteman, Kesopanan bersikap, Akhlak ketertiban, TanggungJawab, Tugas sebagai anak dan lain-lain.
1. Pergaulan berteman,
Norma pergaulan berteman yang baik tentu semua keluarga menerapkannya, agar sang anak tak salah bergaul atau melampaui batas dalam pergaulan. Lingkungan pergaulan mempengaruhi karakter pembentukan sang anak kedepannya. Lingkungan yang buruk akan, mempengaruhi mental, fisik dan karakter yang buruk pula terhadap sang anak. Lingkungan pergaulan perokok maka, spontan akan mengimitasi perubahan sikap dan mental sang anak menjadi perokok pula. Lingkungan pergaulan peminum tanpa sadar akan mempengaruhi menggerus prinsip hidup baik sang anak untuk ikut menikmati rasanya minuman alkohol. Lingkungan yang buruk akan menempah anak menjadi buruk pula mentalnya. Lingkungan yang baik juga menciptakan suasana kebaikan buat sang anak. Makanya ada pepatah lama yang mengatakan " Berteman dengan si penjual minyak wangi, maka aroma wangi parfumnya akan dirasakan. Berteman dengan pembuat besi, maka kita akan ikut pula merasakan panasnya api pembakaran besi tersebut." Teman yang baik akan mempengaruhi mental anak, teman yang buruk pun juga merubah sikap anak kejurang keburukan. Jadi, mulai lah memfilter siapa saja bakalan yang akan dijadikan berteman dalam pergaulan sehari-hari untuk anak. Salah pergaulan anak maka akan fatal akibatnya. jangan sampai ini terjadi.

2. Kesopanan bersikap
Sopan santun, sopan bersikap dan santun berlisan. Sikap yang baik dan diiringi dengan kesopanan tentulah menjadi magnet tersendiri bagi anak terhadap orang banyak. Efek positif tentu akan diraup oleh sang anak. Sifat asli manusia adalah menyukai kebaikan dan tutur kata yang sopan (lemah lembut). Sang anak yang berkomunikasi ugal-ugalan tak memperhatikan norma sosial masyarakat maka, efek negatif sang anak akan memperoleh cibiran oleh orang lain. Seolah-olah sang anak tak pernah diajarkan sopan dalam berkomunikasi. Ajarkanlah anak-anak kita perkataan yang baik lagi sopan tak mengumbar nafsu lisan.

3. Akhlak Ketertiban
Anak yang punya kebiasaan menjaga Akhlaknya maka, akan teriringi pula sikap tertib dalam hidupnya. Akhlak dan tertib akan senantiasa saling beriringan dan menjadi pelengkap dalam pergaulan hidup sang anak.

4. Tanggung Jawab anak
Salahsatunya adalah menjaga nama baik keluarga. Tak melakukan tindakan asusila, kejahatan, kejelekan, yang membuat susah orangtua. Anak yang baik akan menjaga nama baik keluarganya. Sang anak tak akan berzina, merampok, mabok, maling, membunuh dan semua perbuatan buruk dan kriminal dimata masyarakat dan hukum akan selalu dia hindari dan tak akan terlibat barang sedetik pun. Anak yang seperti ini telah bertanggungjawab dalam menjaga nama baik keluarganya.

5. Tugas sebagai Anak
Selain menuntut hak, sang anak juga dibebankan tugas dalam keluarga, diantaranya adalah : 
- Membantu dan meringankan pekerjaan orangtua jika sudah beranjak dewasa dan mapan untuk bekerja.
- Belajar bersungguh-sungguh jika masih dalam proses pendidikan sekolah. 
- Tidak melibatkan urusan yang mengacaukan cita-cita sang anak. contohnya adalah : Perzinahan dan Mendekat perzinahan atau Pacaran beserta turunannya yang sejenis yang mampu menghambat cita-cita sang anak kedepan.

Nah, jika 5 point diatas tak diamalkan oleh anak besar peluang sang anak akan mengalami kesulitan dalam hidup bahkan sengsara dan sesat. Kesulitan, kesengsaran bahkan kesesatan yang ditimbulkan itulah yang dalam agama islam dinamakan " AZAB ".
Terimakasih, semoga bermanfaat.

Thursday, 28 September 2017

Pariwisata Ulu Kasok, fenomena Kusuik dan Kosaknyo.

Judul Artikel : Pariwisata Ulu Kasok, fenomena Kusuik dan Kosaknyo.
Penulis : Noveri Fehrizal (Aka Pitopangsan)
================================================

Terbilang dulu kata orang-orang tua kita diantaranya adalah :
- Semakin Tenggi pohon, tentulah anginnya semakin koncang (baca kencang).
- Jika tak ingin menjadi pohon tenggi cukuplah menjadi rerumputan ditanah, yang selalu dipijak-pijak oleh kaki manusia.
- Semakin tenar seseorang tentu semakin sulit proses yang dihadapi.
- Ketenaran dan keberhasilan tak didapati semudah membalikkan telapak tangan, ada usaha, ada jalan berlika-liku, problematika konflik yang harus dihadapi dan lainnya.
- Tak akan selamanya jalan hidup itu mulus (lurus), adakalanya menyimpang, adakalanya menurun, adakalanya mendaki.
- Sebuah besi akan menjadi pedang yang bagus, setelah ditempah, dibakar, dibentuk sedemikian rupa.
- Tak akan ada keberhasilan atau ketenaran tanpa dilalui aral melintang (baca : kesulitan).

Semua itu pepatah lisan orang tua dahulu, yang menjadi trigger penerus selanjutnya untuk tetap berhati-hati, mampu melangkah kedepan tanpa kebinasaan konflik. Pituah lisan yang menjadi tuah dalam diri generasi muda saat ini dalam menyikapi semua proses dinamika yang terjadi dalam roman kehidupan di dunia.
Apa yang terjadi sebenarnya di Ulu kasok saat ini, merupakan suatu batu loncatan untuk menjadi semakin kuat dan bersinar. Besi akan menjadi pedang bagus setelah melalui proses ditempah, dibakar dan dibentuk sedemikian rupa. Pariwisata Ulu Kasok saat ini memang sudah menusantara bahkan hampir mendunia gaungnya dibawa oleh hembusan media massa yang sangat propaganda. Semua itu butuh proses, usaha kontinue, komitmen, manajemen yg mumpuni, kerja keras dan kerja team, pengambil keputusan yang selaras dengan kemakmuran alam dan kemakmuran masyarakat tempatan dan satu lagi yang terpenting yaitu libatkan Allah sebagai penguat kesuksesan.
Fenomena Ulu Kasok saat ini dirundung problematika, itu biasa dalam dunia pariwisata. Apalagi soal pembebasan lahan atau klaim lahan sepihak oleh pihak-pihak tertentu yang merasa memiliki lahan disekitaran objek pariwisata Ulu Kasok tersebut. Jangan terlalu panik menyikapinya, tidak ada urusan yang tak diselesaikan dengan jalur musyawarah, mufakat, perjanjian, kesepakatan yang sama menguntungkan demi terwujudnya peningkatan kualitas hidup disekitar objek wisata Ulu Kasok.
Banyak andil positif yang apabila Pariwisata Ulu Kasok telah menjadi serius dan concern dalam membenahi program-program pusat untuk mendatangkan income daerah via panorama alam, eksotis alam dan sejarah peninggalan daerah suatu negeri, salahsatunya adalah Profit buat PAD (pendapatan asli daerah) kabupaten kampar serta yang terpenting adalah terbantunya ekonomi masyarakat tempatan disekitar objek wisata Ulu kasok. Mulai dari lahan parkir, biaya masuk objek wisata ulu kasok, usaha kuliner tempatan yg menjadi santapan lezat buat pengunjung, sampai urusan pengangguran masyarakat tempatan pun akan sedikit terurai dan teratasi dengan adanya objek wisata Ulu Kasok tersebut. Jadi, jangan egois kedua belah pihak dalam menyikapi Fenomena kusut nya permasalahan lahan disekitaran objek wisata Ulu Kasok.
Semua konflik pasti ada kepentingannya, butuh peranan pemimpin yang mumpuni memanajemen konflik seindah mungkin. Win win solution itu lah cara yang diajarkan oleh rasulullah dalam mengambil keputusan setelah musyawarah dan mufakat diikut sertakan dalam perundingan dan komunikasi yang intens. Jangan gegabah, jangan terburu-buru, jangan memakai tangan besi penguasa atau militer demi cepat nya penyelesaian konflik, jangan sekali-kali itu diamalkan, karena akibatnya akan menjadi fatal, paling minim menjadi tak ikhlas dihati seseorang yang notabene terlibat dalam objek wisata Ulu Kasok.
Jika itu benar adanya bahwa 10 orang yang mengklaim tanah mereka ada disekitaran objek wisata Ulu Kasok dengan bukti yang sah dan meyakinkan tanpa mengada-ada, maka berikanlah hak kepada mereka, jangan sampai tidak. Pemkab kampar terutamanya dinas pariwisata Kabupaten Kampar saat ini menuai terpaan angin kencang dalam urusan Ulu Kasok, jangan sampai patah arang dan lemah semangat mengatasi konflik lahan objek wisata Ulu Kasok. Tak ada ketenaran tanpa dilalui problematika konflik.
Jika itu urusannya uang, maka bisa dicarikan solusi bersama agar semua merata merasakan efek ekonomi dari objek wisata Ulu Kasok. Jika itu urusannya adalah pembebasan lahan, maka sangat layaklah pemkab kampar untuk membebaskannya dengan cara membeli lahan tersebut. Jika itu urusannya kecemburuan sosial, maka pikirkanlah keberkahan harta buat orang banyak. Berkorban harta/tanah untuk kepentingan orang banyak yang membutuhkan uluran tangan para dermawan kaya sungguh menempatkannya pada kemuliaan disisi Tuhan dan masyarakat disekitarannya. Bahkan Allah pasti akan melindungi tanah dan memberikan keberkahan terhadap tanah yang kita miliki itu. Hidup diatas dunia ini bukanlah sekedar satu melangkah menjelang kematian saja, tapi lebih jauh daripada itu kemana engkau belanjakan/manfaatkan harta berupa tanah yang dimiliki. Diakhirat Allah pasti akan minta Pertanggungjawaban harta kita masing-masing termasuk didalamnya Lahan Tanah. Didapati bagaimana caranya ? Dimanfaatkan untuk apa tanahnya ? hanya dua itu laporan pertanggungjawaban kita selaku pemilik tanah diatas dunia ini. Karna, sejatinya OWNER dari Tanah dimuka bumi ini adalah satu yaitu ALLAH subhanahu wata'ala. Kita hanya titipan amanah dari Allah sang pemilik bumi dan seisinya.
Pesan buat semua : 
- Buat pihak yang berkepentingan dalam objek pariwisata Ulu Kasok bersegeralah mencari win win solution jangan sampai berlarut-larut karna waktu terus berjalan dan meninggalkan kita.

- Buat pihak yang tak berkepentingan, diharapkan bijak dalam berucap, menahan diri sekalipun benar, timang rasa dan pareso dalam berargumen, jaga stabilitas sesama anak negeri. Jika tak mampu memberikan andil lebih bijak berdiam diri karna itu lebih menenangkan suasana. Allah yarham 3x.

Sekian, Terimakasih. Semoga bermanfaat.

Wednesday, 27 September 2017

Islam Kejawaan (Taddaburan/maiyahan) di Indonesia.

Alhamdulillah, akhir-akhir ini orang merasakan manfaatnya Nahdlatul Ulama (NU). Dulu, orang yang paling bahagia, paling sering merasakan berkahnya NU adalah keluarga orang yang sudah meninggal : setiap hari dikirimi doa dan tumpeng.
Hari ini begitu dunia dilanda kekacauan, ketika Dunia Islam galau: di Afganistan perang sesama Islam, di Suriah perang sesama Islam, di Irak, perang sesama Islam. Semua ingin tahu, ketika semua sudah jebol, kok ada yang masih utuh: Islam di Indonesia.
Akhirnya semua ingin kesini, seperti apa Islam di Indonesia kok masih utuh. Akhirnya semua sepakat: utuhnya Islam di Indonesia itu karena memiliki jamiyyah NU. Akhirnya semua pingin tahu NU itu seperti apa.
Ternyata, jaman dulu ada orang Belanda yang sudah menceritakan santri NU, namanya Christia Snouck Hurgronje. Dia ini hafal Alquran, Sahih Bukhori, Sahih Muslim, Alfiyyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in , tapi tidak islam, sebab tugasnya menghancurkan Islam Indonesia.
Mengapa? Karena Islam Indonesia selalu melawan Belanda. Sultan Hasanuddin, santri. Pangeran Diponegoro atau Mbah Abdul Hamid, santri. Sultan Agung, santri. Mbah Zaenal Mustofa, santri. Semua santri kok melawan Belanda.
Akhirnya ada orang belajar secara khusus tentang Islam, untuk mencari rahasia bagaimana caranya Islam Indonesia ini remuk. Snouck Hurgronje masuk ke Indonesia dengan menyamar namanya Syekh Abdul Ghaffar. Dia belajar Islam, menghafalkan Alquran dan Hadis di Arab. Maka akhirnya paham betul Islam.
Hanya saja begitu ke Indonesia, Snouck Hurgronje bingung: mencari Islam dengan wajah Islam, tidak ketemu. Ternyata Islam yang dibayangkan dan dipelajari Snouck Hurgronje itu tidak ada.
Mencari Allah disini tidak ketemu, ketemunya Pangeran. Ketemunya Gusti. Padahal ada pangeran namanya Pangeran Diponegoro. Ada Gusti namanya Gusti Kanjeng. Mencari istilah shalat tidak ketemu, ketemunya sembahyang. Mencari syaikhun, ustadzun , tidak ketemu, ketemunya kiai. Padahal ada nama kerbau namanya kiai slamet. Mencari mushalla tidak ketemu, ketemunya langgar.
Maka, ketika Snouck Hurgronje bingung, dia dibantu Van Der Plas. Ia menyamar dengan nama Syekh Abdurrahman. Mereka memulai dengan belajar bahasa Jawa. Karena ketika masuk Indonesia, mereka sudah bisa bahasa Indonesia, bahasa Melayu, tapi tidak bisa bahasa Jawa.
Begitu belajar bahasa Jawa, mereka bingung, strees. Orang disini makanannya nasi (sego). Snouck Hurgronje dan Van Der Plas tahu bahasa beras itu, bahasa inggrisnya rice, bahasa arabnya ar-ruz .
Yang disebut ruz, ketika di sawah, namanya pari, padi. Disana masih ruz, rice. Begitu padi dipanen, namanya ulen-ulen, ulenan. Disana masih ruz, rice. Jadi ilmunya sudah mulai kucluk , korslet.
Begitu ditutu, ditumbuk, digiling, mereka masih mahami ruz, rice , padahal disini sudah dinamai gabah. Begitu dibuka, disini namanya beras, disana masih ruz, rice . Begitu bukanya cuil, disini namanya menir, disana masih ruz, rice. Begitu dimasak, disini sudah dinamai sego , nasi, disana masih ruz, rice.
Begitu diambil cicak satu, disini namanya
upa, disana namanya masih ruz, rice. Begitu dibungkus daun pisang, disini namanya lontong, sana masih ruz, rice. Begitu dibungkus janur kuning namanya ketupat, sana masih ruz, rice. Ketika diaduk dan hancur, lembut, disini namanya bubur, sana namanya masih ruz, rice.

Inilah bangsa aneh, yang membuat Snouck Hurgronje judeg, pusing.
Mempelajari Islam Indonesia tidak paham, akhirnya mencirikan Islam Indonesia dengan tiga hal. Pertama, kethune miring sarunge nglinting (berkopiah miring dan bersarung ngelinting). Kedua, mambu rokok (bau rokok). Ketiga, tangane gudigen (tangannya berpenyakit kulit).
Cuma tiga hal itu catatan (pencirian Islam Indonesia) Snouck Hurgronje di Perpustakaan Leiden, Belanda. Tidak pernah ada cerita apa-apa, yang lain sudah biasa. Maka, jangankan Snouck Hurgronje, orang Indonesia saja kadang tidak paham dengan Islam Indonesia, karena kelamaan di tanah Arab.
Lihat tetangga pujian, karena tidak paham, bilang bid’ah . Melihat tetangga menyembelih ayam untuk tumpengan, dibilang bid’ah. Padahal itu produk Islam Indonesia. Kelamaan diluar Indonesia, jadi tidak paham. Masuk kesini sudah kemlinthi, sok-sokan, memanggil Nabi dengan sebutan “Muhammad” saja. Padahal, disini, tukang bakso saja dipanggil “Mas”. Padahal orang Jawa nyebutnya Kanjeng Nabi.
Lha , akhir-akhir ini semakin banyak yang tidak paham Islam Indonesia. Kenapa? Karena Islam Indonesia keluar dari rumus-rumus Islam dunia, Islam pada umumnya. Kenapa? Karena Islam Indonesia ini saripati (essensi) Islam yang paling baik yang ada di dunia.
Kenapa? Karena Islam tumbuhnya tidak disini, tetapi di Arab. Rasulullah orang Arab. Bahasanya bahasa Arab. Yang dimakan juga makanan Arab. Budayanya budaya Arab. Kemudian Islam datang kesini, ke Indonesia.
Kalau Islam masuk ke Afrika itu mudah, tidak sulit, karena waktu itu peradaban mereka masih belum maju, belum terdidik. Orang belum terdidik itu mudah dijajah. Seperti pilkada, misalnya, diberi Rp 20.000 atau mie instan sebungkus, beres. Kalau mengajak orang berpendidikan, sulit, dikasih uang Rp 10 juta belum tentu mau.
Islam datang ke Eropa juga dalam keadaan terpuruk. Tetapi Islam datang kesini, mikir-mikir dulu, karena bangsa di Nusantara ini sedang kuat-kuatnya. Bangsa anda sekalian ini bukan bangsa kecoak. Ini karena ketika itu sedang ada dalam kekuasaan negara terkuat yang menguasai 2/3 dunia, namanya Majapahit.
Majapahit ini bukan negara sembarangan. Universitas terbesar di dunia ada di Majapahit, namanya Nalanda. Hukum politik terbaik dunia yang menjadi rujukan adanya di Indonesia, waktu itu ada di Jawa, kitabnya bernama Negarakertagama. Hukum sosial terbaik ada di Jawa, namanya Sutasoma. Bangsa ini tidak bisa ditipu, karena orangnya pintar-pintar dan kaya-raya.
Cerita surga di Jawa itu tidak laku. Surga itu (dalam penggambaran Alquran): tajri min tahtihal anhaar (airnya mengalir), seperti kali. Kata orang disini: “mencari air kok sampai surga segala? Disini itu, sawah semua airnya mengalir.” Artinya, pasti bukan itu yang diceritakan para ulama penyebar Islam. Cerita surga tentang buahnya banyak juga tidak, karena disini juga banyak buah. Artinya dakwah disini tidak mudah.
Diceritain pangeran, orang Jawa sudah punya Sanghyang Widhi. Diceritain Ka’bah orang jawa juga sudah punya stupa: sama-sama batunya dan tengahnya sama berlubangnya. Dijelaskan menggunakan tugu Jabal Rahmah, orang Jawa punya Lingga Yoni.
Dijelaskan memakai hari raya kurban, orang Jawa punya peringatan hari raya kedri. Sudah lengkap. Islam datang membawa harta-benda, orang Jawa juga tidak doyan. Kenapa? Orang Jawa pada waktu itu beragama hindu. Hindu itu berprinsip yang boleh bicara agama adalah orang Brahmana, kasta yang sudah tidak membicarakan dunia.
Dibawah Brahmana ada kasta Ksatria, seperti kalau sekarang Gubernur atau Bupati. Ini juga tidak boleh bicara agama, karena masih ngurusin dunia. Dibawah itu ada kasta namanya Wesya (Waisya), kastanya pegawai negeri. Kasta ini tidak boleh bicara agama.
Di bawah itu ada petani, pedagang dan saudagar, ini kastanya Sudra . Kasta ini juga tidak boleh bicara agama. Jadi kalau ada cerita Islam dibawa oleh para saudagar, tidak bisa dterima akal. Secara teori ilmu pengetahuan ditolak, karena saudagar itu Sudra dan Sudra tidak boleh bicara soal agama.
Yang cerita Islam dibawa saudagar ini karena saking judeg-nya, bingungnya memahami Islam di Indonesia. Dibawahnya ada kasta paria, yang hidup dengan meminta-minta, mengemis. Dibawah Paria ada pencopet, namanya kasta Tucca. Dibawah Tucca ada maling, pencuri, namanya kasta Mlecca. Dibawahnya lagi ada begal, perampok, namanya kasta Candala.
Anak-anak muda NU harus tahu. Itu semua nantinya terkait dengan Nahdlatul Ulama. Akhirnya para ulama kepingin, ada tempat begitu bagusnya, mencoba diislamkan. Ulama-ulama dikirim ke sini.
Namun mereka menghadapi masalah, karena orang-orang disini mau memakan manusia. Namanya aliran Bhirawa. Munculnya dari Syiwa. Mengapa ganti Syiwa, karena Hindu Brahma bermasalah. Hindu Brahma, orang Jawa bisa melakukan tetapi matinya sulit. Sebab orang Brahma matinya harus moksa atau murco.
Untuk moksa harus melakukan upawasa. Upawasa itu tidak makan, tidak minum, tidak ngumpulin istri, kemudian badannya menyusut menjadi kecil dan menghilang. Kadang ada yang sudah menyusut menjadi kecil, tidak bisa hilang, gagal moksa, karena teringat kambingnya, hartanya. Lha ini terus menjadi jenglot atau batara karang.
Jika anda menemukan jenglot ini, jangan dijual mahal karena itu produk gagal moksa. Pada akhirnya, ada yang mencari ilmu yang lebih mudah, namanya ilmu ngrogoh sukmo . Supaya bisa mendapat ilmu ini, mencari ajar dari Kali. Kali itu dari Durga. Durga itu dari Syiwa, mengajarkan Pancamakara.
Supaya bisa ngrogoh sukmo, semua sahwat badan dikenyangi, laki-laki perempuan melingkar telanjang, menghadap arak dan ingkung daging manusia. Supaya syahwat bawah perut tenang, dikenyangi dengan seks bebas. Sisa-sisanya sekarang ada di Gunung Kemukus.
Supaya perut tenang, makan tumpeng. Supaya pikiran tenang, tidak banyak pikiran, minum arak. Agar ketika sukma keluar dari badan, badan tidak bergerak, makan daging manusia. Maka jangan heran kalau muncul orang-orang macam Sumanto.
Ketika sudah pada bisa ngrogoh sukmo, ketika sukmanya pergi di ajak mencuri namanya
ngepet . Sukmanya pergi diajak membunuh manusia namanya santet. Ketika sukmanya diajak pergi diajak mencintai wanita namanya pelet. Maka kemudian di Jawa tumbuh ilmu santet, pelet dan ngepet.

Ada 1.500 ulama yang dipimpin Sayyid Aliyudin habis di-ingkung oleh orang Jawa pengamal Ngrogoh Sukma. Untuk menghindari pembunuhan lagi, maka Khalifah Turki Utsmani mengirim kembali tentara ulama dari Iran, yang tidak bisa dimakan orang Jawa.
Nama ulama itu Sayyid Syamsuddin Albaqir Alfarsi. Karena lidah orang Jawa sulit menyebutnya, kemudian di Jawa terkenal dengan sebutan Syekh Subakir. Di Jawa ini di duduki bala tentara Syekh Subakir, kemudian mereka diusir.
Ada yang lari ke Pantai Selatan, Karang Bolong, Srandil Cicalap, Pelabuhan Ratu, dan Banten. Di namai Banten, di ambil dari bahasa Sansekerta, artinya Tumbal. Yang lari ke timur, naik Gunung Lawu, Gunung Kawi, Alas Purwo Banyuwangi (Blambangan). Disana mereka dipimpin Menak Sembuyu dan Bajul Sengoro.
Karena Syekh Subakir sepuh, maka pasukannya dilanjutkan kedua muridnya namanya Mbah Ishak (Maulana Ishak) dan Mbah Brahim (Ibrahim Asmoroqondi). Mereka melanjutkan pengejaran. Menak Sembuyu menyerah, anak perempuannya bernama Dewi Sekardadu dinikahi Mbah Ishak, melahirkan Raden Ainul Yaqin Sunan Giri yang dimakamkan di Gresik.
Sebagian lari ke Bali, sebagian lari ke Kediri, menyembah Patung Totok Kerot, diuber Sunan Bonang, akhirnya menyerah. Setelah menyerah, melingkarnya tetap dibiarkan tetapi jangan telanjang, arak diganti air biasa, ingkung manusia diganti ayam, matra ngrogoh sukmo diganti kalimat tauhid; laailaahaillallah. Maka kita punya adat tumpengan.
Kalau ada orang banyak komentar mem-bid’ah -kan, ceritakanlah ini. Kalau ngeyel, didatangi: tabok mulutnya. Ini perlu diruntutkan, karena NU termasuk yang masih mengurusi beginian.
Habis itu dikirim ulama yang khusus mengajar ngaji, namanya Sayyid Jamaluddin al-Husaini al-Kabir. Mendarat di Semarang dan menetap di daerah Merapi. Orang Jawa sulit mengucapkan, maka menyebutnya Syekh Jumadil Kubro.
Disana dia punya murid namanya Syamsuddin, pindah ke Jawa Barat, membuat pesantren puro di daerah Karawang. Punya murid bernama Datuk Kahfi, pindah ke Amparan Jati, Cirebon. Punya murid Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Inilah yang bertugas mengislamkan Padjajaran. Maka kemudian ada Rara Santang, Kian Santang dan Walangsungsang.
Nah , Syekh Jumadil Kubro punya putra punya anak bernama Maulana Ishak dan Ibrahim Asmoroqondi, bapaknya Walisongo. Mbah Ishak melahirkan Sunan Giri. Mbah Ibrahim punya anak Sunan Ampel. Inilah yang bertugas mengislamkan Majapahit.
Mengislamkan Majapahit itu tidak mudah. Majapahit orangnya pinter-pinter. Majapahit Hindu, sedangkan Sunan Ampel Islam. Ibarat sawah ditanami padi, kok malah ditanami pisang. Kalau anda begitu, pohon pisang anda bisa ditebang.
Sunan Ampel berpikir bagaimana caranya? Akhirnya beliau mendapat petunjuk ayat Alquran. Dalam surat Al-Fath, 48:29 disebutkan : ".... masaluhum fit tawrat wa masaluhum fil injil ka zar’in ahraja sat’ahu fa azarahu fastagladza fastawa ‘ala sukıhi yu’jibuz zurraa, li yagidza bihimul kuffar………”
Artinya: “…………Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)……………”
Islam itu seperti tanaman yang memiliki anak-anaknya, kemudian hamil, kemudian berbuah, ibu dan anaknya bersama memenuhi pasar, menakuti orang kafir. Tanaman apa yang keluar anaknya dulu baru kemudian ibunya hamil? Jawabannya adalah padi.
Maka kemudian Sunan Ampel dalam menanam Islam seperti menanam padi. Kalau menanam padi tidak di atas tanah, tetapi dibawah tanah, kalau diatas tanah nanti dipatok ayam, dimakan tikus.
Mau menanam Allah, disini sudah ada istilah pangeran. Mau menanam shalat, disini sudah ada istilah sembahyang. Mau menanam syaikhun, ustadzun, disini sudah ada kiai. Menanam tilmidzun, muridun , disini sudah ada shastri, kemudian dinamani santri. Inilah ulama dulu, menanamnya tidak kelihatan.
Menanamnya pelan-pelan, sedikit demi sedikit: kalimat syahadat, jadi kalimasada. Syahadatain, jadi sekaten. Mushalla, jadi langgar. Sampai itu jadi bahasa masyarakat. Yang paling sulit mememberi pengertian orang Jawa tentang mati.
Kalau Hindu kan ada reinkarnasi. Kalau dalam Islam, mati ya mati (tidak kembali ke dunia). Ini paling sulit, butuh strategi kebudayaan. Ini pekerjaan paling revolusioner waktu itu. Tidak main-main, karena ini prinsip. Prinsip inna lillahi wa inna ilaihi rajiun berhadapan dengan reinkarnasi. Bagaimana caranya?
Oleh Sunan Ampel, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun kemudian di-Jawa-kan: Ojo Lali Sangkan Paraning Dumadi.
Setelah lama diamati oleh Sunan Ampel, ternyata orang Jawa suka tembang, nembang, nyanyi. Beliau kemudian mengambil pilihan: mengajarkan hal yang sulit itu dengan tembang. Orang Jawa memang begitu, mudah hafal dengan tembang.
Orang Jawa, kehilangan istri saja tidak lapor polisi, tapi nyanyi: ndang baliyo, Sri, ndang baliyo . Lihat lintang, nyanyi: yen ing tawang ono lintang, cah ayu. Lihat bebek, nyanyi: bebek adus kali nyucuki sabun wangi. Lihat enthok: menthok, menthok, tak kandhani, mung rupamu. Orang Jawa suka nyanyi, itulah yang jadi pelajaran. Bahkan, lihat silit (pantat) saja nyanyi: … ndemok silit, gudighen.
Maka akhirnya, sesuatu yang paling sulit, berat, itu ditembangkan. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun diwujudkan dalam bentuk tembang bernama Macapat . Apa artinya Macapat? Bahwa orang hidup harus bisa membaca perkara Empat.
Keempat perkara itu adalah teman nyawa yang berada dalam raga ketika turun di dunia. Nyawa itu produk akhirat. Kalau raga produk dunia. Produk dunia makanannya dunia, seperti makan. Yang dimakan, sampah padatnya keluar lewat pintu belakang, yang cair keluar lewat pintu depan.
Ada sari makanan yang disimpan, namanya mani (sperma). Kalau mani ini penuh, bapak akan mencari ibu, ibu mencari bapak, kemudian dicampur dan dititipkan di rahim ibu. Tiga bulan jadi segumpal darah, empat bulan jadi segumpal daging. Inilah produk dunia.
Begitu jadi segumpal daging, nyawa dipanggil. “Dul, turun ya,”. “Iya, Ya Allah”. “Alastu birabbikum?” (apakah kamu lupa kalau aku Tuhanmu?). “Qalu balaa sahidnya,” (Iya Ya Allah, saya jadi saksi-Mu), jawab sang nyawa,. ”fanfuhur ruuh” (maka ditiupkanlah ruh itu ke daging). Maka daging itu menjadi hidup. Kalau tidak ditiup nyawa, tidak hidup daging ini. (lihat, a.l.: Q.S. Al-A’raf, 7:172, As-Sajdah: 7 -10, Al-Mu’min: 67, ed. )
Kemudian, setelah sembilan bulan, ruh itu keluar dengan bungkusnya, yaitu jasad. Adapun jasadnya sesuai dengan orang tuanya: kalau orang tuanya pesek anaknya ya pesek; orang tuanya hidungnya mancung anaknya ya mancung; orang tuanya hitam anaknya ya hitam; kalau orang tuanya ganteng dan cantik, lahirnya ya cantik dan ganteng.
Itu disebut Tembang Mocopat: orang hidup harus membaca perkara empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang menyertai manusia ke dunia, ada di dalam jasad. Nyawa itu ditemani empat: dua adalah Iblis yang bertugas menyesatkan, dan dua malaikat yang bertugas nggandoli, menahan. Jin qarin dan hafadzah.
Itu oleh Sunan Ampel disebut Dulur Papat Limo Pancer. Ini metode mengajar. Maka pancer ini kalau mau butuh apa-apa bisa memapakai dulur tengen (teman kanan) atau dulur kiwo (teman kiri). Kalau pancer kok ingin istri cantik, memakai jalan kanan, yang di baca Ya Rahmanu Ya Rahimu tujuh hari di masjid, yang wanita nantinya juga akan cinta.
Tidak mau dulur tengen, ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Jaran Goyang, ya si wanita jadinya cinta, sama saja. Kepingin perkasa, kalau memakai kanan yang dipakai kalimah La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim . Tak mau yang kanan ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Bondowoso, kemudian bisa perkasa.
Mau kaya kalau memakai jalan kanan ya shalat dhuha dan membaca Ya Fattaahu Ya Razzaaqu , kaya. Kalau tidak mau jalan kanan ya jalan kiri, membawa kambing kendhit naik ke gunung kawi, nanti pulang kaya.
Maka, kiai dengan dukun itu sama; sama hebatnya kalau tirakatnya kuat. Kiai yang ‘alim dengan dukun yang tak pernah mandi, jika sama tirakatnya, ya sama saktinya: sama-sama bisa mencari barang hilang. Sama terangnya. Bedanya: satu terangnya lampu dan satunya terang rumah terbakar.
Satu mencari ayam dengan lampu senter, ayamnya ketemu dan senternya utuh; sedangkan yang satu mencari dengan blarak (daun kelapa kering yang dibakar), ayamnya ketemu, hanya blarak-nya habis terbakar. Itu bedanya nur dengan nar.
Maka manusia ini jalannya dijalankan seperti tembang yang awalan, Maskumambang: kemambange nyowo medun ngalam ndunyo , sabut ngapati, mitoni , ini rohaninya, jasmaninya ketika dipasrahkan bidan untuk imunisasi.
Maka menurut NU ada ngapati, mitoni, 
karena itu turunnya nyawa. Setelah Maskumambang, manusia mengalami tembang Mijil. Bakal Mijil : lahir laki-laki dan perempuan. Kalau lahir laki-laki aqiqahnya kambing dua, kalau lahir perempuan aqiqahnya kambing satu.

Setelah Mijil, tembangnya Kinanti. Anak-anak kecil itu, bekalilah dengan agama, dengan akhlak. Tidak mau ngaji, pukul. Masukkan ke TPQ, ke Raudlatul Athfal (RA). Waktunya ngaji kok tidak mau ngaji, malah main layangan, potong saja benangnya. Waktu ngaji kok malah mancing, potong saja kailnya.
Anak Kinanti ini waktunya sekolah dan ngaji. Dibekali dengan agama, akhlak. Kalau tidak, nanti keburu masuk tembang Sinom: bakal menjadi anak muda (cah enom), sudah mulai ndablek, bandel.
Apalagi, setelah Sinom, tembangnya asmorodono , mulai jatuh cinta. Tai kucing serasa coklat. Tidak bisa di nasehati. Setelah itu manusia disusul tembang Gambuh , laki-laki dan perempuan bakal membangun rumah tangga, rabi, menikah.
Setelah Gambuh, adalah tembang Dhandanggula. Merasakan manis dan pahitnya kehidupan. Setelah Dhandanggula , menurut Mbah Sunan Ampel, manusia mengalami tembang Dhurma.
Dhurma itu: darma bakti hidupmu itu apa? Kalau pohon mangga setelah berbuah bisa untuk makanan codot, kalau pisang berbuah bisa untuk makanan burung, lha buah-mu itu apa? Tenagamu mana? Hartamu mana? Ilmumu mana yang didarmabaktikan untuk orang lain?
Khairunnas anfa’uhum linnas , sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya. Sebab, kalau sudah di Dhurma tapi tidak darma bakti, kesusul tembang Pangkur.
Anak manusia yang sudah memunggungi dunia: gigi sudah copot, kaki sudah linu. Ini harus sudah masuk masjid. Kalau tidak segera masuk masjid kesusul tembang Megatruh : megat, memutus raga beserta sukmanya. Mati.
Terakhir sekali, tembangnya Pucung. Lha ini, kalau Hindu reinkarnasi, kalau Islam Pucung . Manusia di pocong. Sluku-sluku Bathok, dimasukkan pintu kecil. Makanya orang tua (dalam Jawa) dinamai buyut, maksudnya : siap-siap mlebu lawang ciut (siap-siap masuk pintu kecil).
Adakah yang mengajar sebaik itu di dunia?
Kalau sudah masuk pintu kecil, ditanya Malaikat Munkar dan Nankir. Akhirnya itu, yang satu reinkarnasi, yang satu buyut . Ditanya: “Man rabbuka?” , dijawab: “Awwloh,”. Ingin disaduk Malaikat Mungkar – Nakir apa karena tidak bisa mengucapkan Allah.

Ketika ingin disaduk, Malaikat Rakib buru-buru menghentikan: “Jangan disiksa, ini lidah Jawa”. Tidak punya alif, ba, ta, punyanya ha, na, ca, ra, ka . “Apa sudah mau ngaji?”kata Mungkar – Nakir. “Sudah, ini ada catatanya, NU juga ikut, namun belum bisa sudah meninggal”. “Yasudah, meninggalnya orang yang sedang belajar, mengaji, meninggal yang dimaafkan oleh Allah.”
Maka, seperti itu belajar. Kalau tidak mau belajar, ditanya, “Man rabbuka?” , menjawab, “Ha……..???”. langsung dipukul kepalanya: ”Plaakkk!!”. Di- canggah lehernya oleh malaikat. Kemudian jadi wareng , takut melihat akhirat, masukkan ke neraka, di- udek oleh malaikat, di-gantung seperti siwur, iwir-iwir, dipukuli modal-madil seperti tarangan bodhol , ajur mumur seperti gedhebok bosok.
Maka, pangkat manusia, menurut Sunan Ampel: anak – bapak – simbah – mbah buyut – canggah – wareng – udek-udek – gantung siwur – tarangan bodol – gedhebok bosok. Lho, dipikir ini ajaran Hindu. Kalau seperti ini ada yang bilang ajaran Hindu, kesini, saya tabok mulutnya!
Begitu tembang ini jadi, kata Mbah Bonang, masa nyanyian tidak ada musiknya. Maka dibuatkanlah gamelan, yang bunyinya Slendro Pelok : nang ning nang nong, nang ning nang nong, ndang ndang, ndang ndang, gung . Nang ning nang nong: yo nang kene yo nang kono (ya disini ya disana); ya disini ngaji, ya disana mencuri kayu.
Lho, lha ini orang-orang kok. Ya seperti disini ini: kelihatannya disini shalawatan, nanti pulang lihat pantat ya bilang: wow!. Sudah hafal saya, melihat usia-usia kalian. Ini kan kamu pas pakai baju putih. Kalau pas ganti, pakainya paling ya kaos Slank.
Nah, nang ning nang nong, hidup itu ya disini ya disana. Kalau pingin akhiran baik, naik ke ndang ndang, ndang ndang, gung. Ndang balik ke Sanghyang Agung. Fafirru illallaah , kembalilah kepada Allah. Pelan-pelan. Orang sini kadang tidak paham kalau itu buatan Sunan Bonang.
Maka, kemudian, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, dibuatkan tumpeng agar bisa makan. Begitu makan kotor semua, dibasuh dengan tiga air bunga: mawar, kenanga dan kanthil.
Maksudnya: uripmu mawarno-warno, keno ngono keno ngene, ning atimu kudhu kanthil nang Gusti Allah (Hidupmu berwarna-warni, boleh seperti ini seperti itu, tetapi hatimu harus tertaut kepada Allah). Lho , ini piwulang-piwulangnya, belum diajarkan apa-apa. Oleh Sunan Kalijaga, yang belum bisa mengaji, diajari Kidung Rumekso Ing Wengi. Oleh Syekh Siti Jenar, yang belum sembahyang, diajari syahadat saja.
Ketika tanaman ini sudah ditanam, Sunan Ampel kemudian ingin tahu: tanamanku itu sudah tumbuh apa belum? Maka di-cek dengan tembang Lir Ilir, tandurku iki wis sumilir durung? Nek wis sumilir, wis ijo royo-royo, ayo menek blimbing. Blimbing itu ayo shalat. Blimbing itu sanopo lambang shalat.
Disini itu, apa-apa dengan lambang, dengan simbol: kolo-kolo teko , janur gunung. Udan grimis panas-panas , caping gunung. Blimbing itu bergigir lima. Maka, cah angon, ayo menek blimbing . Tidak cah angon ayo memanjat mangga.
Akhirnya ini praktek, shalat. Tapi prakteknya beda. Begitu di ajak shalat, kita beda. Disana, shalat 'imaadudin, lha shalat disini, tanamannya mleyor-mleyor, berayun-ayun.
Disana dipanggil jam setengah duabelas kumpul. Kalau disini dipanggil jam segitu masih disawah, di kebun, angon bebek, masih nyuri kayu. Maka manggilnya pukul setengah dua. Adzanlah muadzin, orang yang adzan. Setelah ditunggu, tunggu, kok tidak datang-datang.
Padahal tugas Imam adalah menunggu makmum. Ditunggu dengan memakai pujian. Rabbana ya rabbaana, rabbana dholamna angfusana , – sambil tolah-toleh, mana ini makmumnya – wainlam taghfirlana, wa tarhamna lanakunanna minal khasirin.
Datang satu, dua, tapi malah merokok di depan masjid. Tidak masuk. Maka oleh Mbah Ampel: Tombo Ati, iku ono limang perkoro….. . Sampai pegal, ya mengobati hati sendiri saja. Sampai sudah lima kali kok tidak datang-datang, maka kemudian ada pujian yang agak galak: di urugi anjang-anjang……. , langsung deh, para ma'mum buruan masuk. Itu tumbuhnya dari situ.
Kemudian, setelah itu shalat. Shalatnya juga tidak sama. Shalat disana, dipanah kakinya tidak terasa, disini beda. Begitu Allahu Akbar , matanya bocor: itu mukenanya berlubang, kupingnya bocor, ting-ting-ting, ada penjual bakso. Hatinya bocor: protes imamnya membaca surat kepanjangan. Nah, ini ditambal oleh para wali, setelah shalat diajak dzikir, laailaahaillallah.
Hari ini, ada yang protes: dzikir kok kepalanya gedek-gedek, geleng-geleng? Padahal kalau sahabat kalau dzikir diam saja. Lho, sahabat kan muridnya nabi. Diam saja hatinya sudah ke Allah. Lha orang sini, di ajak dzikir diam saja, ya malah tidur. Bacaannya dilantunkan dengan keras, agar ma'mum tahu apa yang sedang dibaca imam.
Kemudian, dikenalkanlah nabi. Orang sini tidak kenal nabi, karena nabi ada jauh disana. Kenalnya Gatot Kaca. Maka pelan-pelan dikenalkan nabi. Orang Jawa yang tak bisa bahasa Arab, dikenalkan dengan syair: kanjeng Nabi Muhammad, lahir ono ing Mekkah, dinone senen, rolas mulud tahun gajah.
Inilah cara ulama-ulama dulu kala mengajarkan Islam, agar masyarakat disini kenal dan paham ajaran nabi. Ini karena nabi milik orang banyak (tidak hanya bangsa Arab saja). Wamaa arsalnaaka illa rahmatal lil ‘aalamiin ; Aku (Allah) tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.
Maka, shalawat itu dikenalkan dengan cara berbeda-beda. Ada yang sukanya shalawat ala Habib Syekh, Habib Luthfi, dll. Jadi jangan heran kalau shalawat itu bermacam-macam. Ini beda dengan wayang yang hanya dimiliki orang Jawa.
Orang kalau tidak tahu Islam Indonesia, pasti bingung. Maka Gus Dur melantunkan shalawat memakai lagu dangdut. Astaghfirullah, rabbal baraaya, astaghfirullah, minal khataaya, ini lagunya Ida Laila: Tuhan pengasih lagi penyayang, tak pilih kasih, tak pandang sayang. Yang mengarang namanya Ahmadi dan Abdul Kadir.
Nama grupnya Awara. Ida Laila ini termasuk Qari’ terbaik dari Gresik. Maka lagunya bagus-bagus dan religius, beda dengan lagu sekarang yang mendengarnya malah bikin kepala pusing. Sistem pembelajaran yang seperti ini, yang dilakukan oleh para wali. Akhirnya orang Jawa mulai paham Islam.
Namun selanjutnya Sultan Trenggono tidak sabaran: menerapkan Islam dengan hukum, tidak dengan budaya. "Urusanmu kan bukan urusan agama, tetapi urusan negara,” kata Sunan Kalijaga. “Untuk urusan agama, mengaji, biarlah saya yang mengajari,” imbuhnya.
Namun Sultan Trenggono terlanjur tidak sabar. Semua yang tidak sesuai dan tidak menerima Islam di uber-uber. Kemudian Sunan Kalijaga memanggil anak-anak kecil dan diajari nyanyian:
Gundul-gundul pacul, gembelengan. 
Nyunggi-nyunggi wangkul, petentengan.
Wangkul ngglimpang segane dadi sak latar 2x

Gundul itu kepala. Kepala itu ra’sun. Ra’sun itu pemimpin. Pemimpin itu ketempatan empat hal: mata, hidung, lidah dan telinga. Empat hal itu tidak boleh lepas. Kalau sampai empat ini lepas, bubar.
Mata kok lepas, sudah tidak bisa melihat rakyat. Hidung lepas sudah tidak bisa mencium rakyat. Telinga lepas sudah tidak mendengar rakyat. Lidah lepas sudah tidak bisa menasehati rakyat. Kalau kepala sudah tidak memiliki keempat hal ini, jadinya gembelengan.
Kalau kepala memangku amanah rakyat kok terus gembelengan, menjadikan wangkul ngglimpang, amanahnya kocar-kacir. Apapun jabatannya, jika nanti menyeleweng, tidak usah di demo, nyanyikan saja Gundul-gundul pacul. Inilah cara orang dulu, landai.
Akhirnya semua orang ingin tahu bagaimana cara orang Jawa dalam ber-Islam. Datuk Ribandang, orang Sulawesi, belajar ke Jawa, kepada Sunan Ampel. Pulang ke Sulawesi menyebarkan Islam di Gunung Bawakaraeng, menjadilah cikal bakal Islam di Sulawesi.
Berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di penjuru Sulawesi. Khatib Dayan belajar Islam kepada Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Ketika kembali ke Kalimantan, mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan.
Ario Damar atau Ario Abdillah ke semenanjung Sumatera bagian selatan, menyebarkan dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Sumatera.
Kemudian Londo (Belanda) datang. Mereka semua – seluruh kerajaan yang dulu dari Jawa – bersatu melawan Belanda.

Ketika Belanda pergi, bersepakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka kawasan di Indonesia disebut wilayah, artinya tinggalan para wali. Jadi, jika anda meneruskan agamanya, jangan lupa kita ditinggali wilayah. Inilah Nahdlatul Ulama, baik agama maupun wilayah, adalah satu kesatuan: NKRI Harga Mati.
Maka di mana di dunia ini, yang menyebut daerahnya dengan nama wilayah? Di dunia tidak ada yang bisa mengambil istilah: kullukum raa’in wa kullukum mas uulun ‘an ra’iyatih ; bahwa Rasulullah mengajarkan hidup di dunia dalam kekuasaan ada sesuatu yaitu pertanggungjawaban.
Dan yang bertanggungjawab dan dipertanggung jawabkan disebut ra’iyyah. Hanya Indonesia yang menyebut penduduknya dengan sebutan ra’iyyah atau rakyat. Begini kok banyak yang bilang tidak Islam.
Nah, sistem perjuangan seperti ini diteruskan oleh para ulama Indonesia. Orang-orang yang meneruskan sistem para wali ini, dzaahiran wa baatinan, akhirnya mendirikan sebuah organisasi yang dikenal dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Kenapa kok bernama Nahdlatul Ulama. Dan kenapa yang menyelamatkan Indonesia kok Nahdlatul Ulama? Karena diberi nama Nahdlatul Ulama. Nama inilah yang menyelamatkan. Sebab dengan nama Nahdlatul Ulama, orang tahu kedudukannya: bahwa kita hari ini, kedudukannya hanya muridnya ulama.
Meski, nama ini tidak gagah. KH Ahmad Dahlan menamai organisasinya Muhammadiyyah: pengikut Nabi Muhammad, gagah. Ada lagi organisasi, namanya Syarekat Islam, gagah. Yang baru ada Majelis Tafsir Alquran, gagah namanya. Lha ini “hanya” Nahdlatul Ulama. Padahal ulama kalau di desa juga ada yang hutang rokok.
Tapi Nahdlatul Ulama ini yang menyelamatkan, sebab kedudukan kita hari ini hanya muridnya ulama. Yang membawa Islam itu Kanjeng Nabi. Murid Nabi namanya Sahabat. Murid sahabat namanya tabi’in . Tabi’in bukan ashhabus-shahabat , tetapi tabi’in , maknanya pengikut.
Murid Tabi’in namanya tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikut. Muridnya tabi’it-tabi’in namanya tabi’it-tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikutnya pengikut. Lha kalau kita semua ini namanya apa? Kita muridnya KH Hasyim Asy’ari.
Lha KH Hasyim Asy’ari hanya muridnya Kiai Asyari. Kiai Asyari mengikuti gurunya, namanya Kiai Usman. Kiai Usman mengikuti gurunya namanya Kiai Khoiron, Purwodadi (Mbah Gareng). Kiai Khoiron murid Kiai Abdul Halim, Boyolali.
Mbah Abdul Halim murid Kiai Abdul Wahid. Mbah Abdul Wahid itu murid Mbah Sufyan. Mbah Sufyan murid Mbah Jabbar, Tuban. Mbah Jabbar murid Mbah Abdur Rahman, murid Pangeran Sambuh, murid Pangeran Benowo, murid Mbah Tjokrojoyo, Sunan Geseng.
Sunan Geseng hanya murid Sunan Kalijaga, murid Sunan Bonang, murid Sunan Ampel, murid Mbah Ibrahim Asmoroqondi, murid Syekh Jumadil Kubro, murid Sayyid Ahmad, murid Sayyid Ahmad Jalaludin, murid Sayyid Abdul Malik, murid Sayyid Alawi Ammil Faqih, murid Syekh Ahmad Shohib Mirbath.
Kemudian murid Sayyid Ali Kholiq Qosam, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Ahmad Al-Muhajir, murid Sayyid Isa An-Naquib, murid Sayyid Ubaidillah, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Ali Uraidi, murid Sayyid Ja’far Shodiq, murid Sayyid Musa Kadzim, murid Sayyid Muhammad Baqir. Sayyid Muhammad Baqir hanya murid Sayyid Zaenal Abidin, murid Sayyidina Hasan – Husain, murid Sayiidina Ali karramallahu wajhah . Nah, ini yang baru muridnya Rasulullah saw.
Kalau begini nama kita apa? Namanya ya tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit…, yang panjang sekali. Maka cara mengajarkannya juga tidak sama. Inilah yang harus difahami.
Rasulullah itu muridnya bernama sahabat, tidak diajari menulis Alquran. Maka tidak ada mushaf
Alquran di jaman Rasulullah dan para sahabat. Tetapi ketika sahabat ditinggal wafat Rasulullah, mereka menulis Alquran.

Untuk siapa? Untuk para tabi’in yang tidak bertemu Alquran. Maka ditulislah Alquran di jaman Sayyidina Umar dan Sayyidina Utsman. Tetapi begitu para sahabat wafat, tabi’in harus mengajari dibawahnya.
Mushaf Alquran yang ditulis sahabat terlalu tinggi, hurufnya rumit tidak bisa dibaca. Maka pada tahun 65 hijriyyah diberi tanda “titik” oleh Imam Abu al-Aswad ad-Duali, agar supaya bisa dibaca.
Tabiin wafat, tabi’it tabi’in mengajarkan yang dibawahnya. Titik tidak cukup, kemudian diberi “harakat” oleh Syekh Kholil bin Ahmad al-Farahidi, guru dari Imam Sibawaih, pada tahun 150 hijriyyah.
Kemudian Islam semakin menyebar ke penjuru negeri, sehingga Alquran semakin dibaca oleh banyak orang dari berbagai suku dan ras. Orang Andalusia diajari “ Waddluha” keluarnya “ Waddluhe”.
Orang Turki diajari “ Mustaqiim” keluarnya “ Mustaqiin”. Orang Padang, Sumatera Barat, diajari “ Lakanuud ” keluarnya “ Lekenuuik ”. Orang Sunda diajari “ Alladziina ” keluarnya “ Alat Zina ”.
Di Jawa diajari “ Alhamdu” jadinya “ Alkamdu ”, karena punyanya ha na ca ra ka . Diajari “ Ya Hayyu Ya Qayyum ” keluarnya “ Yo Kayuku Yo Kayumu ”. Diajari “ Rabbil ‘Aalamin ” keluarnya “ Robbil Ngaalamin” karena punyanya ma ga ba tha nga.
Orang Jawa tidak punya huruf “ Dlot ” punyanya “ La ”, maka “ Ramadlan ” jadi “ Ramelan ”. Orang Bali disuruh membunyikan “ Shiraathal…” bunyinya “ Sirotholladzina an’amtha ‘alaihim ghairil magedu bi’alaihim waladthoilliin ”. Di Sulawesi, “’ Alaihim” keluarnya “’ Alaihing ”.
Karena perbedaan logat lidah ini, maka pada tahun 250 hijriyyah, seorang ulama berinisiatif menyusun Ilmu Tajwid fi Qiraatil Quran , namanya Abu Ubaid bin Qasim bin Salam. Ini yang kadang orang tidak paham pangkat dan tingkatan kita. Makanya tidak usah pada ribut.
Murid ulama itu beda dengan murid Rasulullah. Murid Rasulullah, ketika dzikir dan diam, hatinya “online” langsung kepada Allah SWT. Kalau kita semua dzikir dan diam, malah jadinya tidur.
Maka disini, di Nusantara ini, jangan heran.

Ibadah Haji, kalau orang Arab langsung lari ke Ka’bah. Muridnya ulama dibangunkan Ka’bah palsu di alun-alun, dari triplek atau kardus, namanya manasik haji. Nanti ketika hendak berangkat haji diantar orang se-kampung.
Yang mau haji diantar ke asrama haji, yang mengantar pulangnya belok ke kebun binatang. Ini cara pembelajaran. Ini sudah murid ulama. Inilah yang orang belajar sekarang: kenapa Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama selamat, sebab mengajari manusia sesuai dengan hukum pelajarannya ulama.
Anda sekalian disuruh dzikir di rumah, takkan mau dzikir, karena muridnya ulama. Lha wong dikumpulkan saja lama kelamaan tidur. Ini makanya murid ulama dikumpulkan, di ajak berdzikir.
Begitu tidur, matanya tidak dzikir, mulutnya tidak dzikir, tetapi, pantat yang duduk di majelis dzikir, tetap dzikir. Nantinya, di akhirat ketika “wa tasyhadu arjuluhum ,” ada saksinya. Orang disini, ketika disuruh membaca Alquran, tidak semua dapat membaca Alquran. Maka diadakan semaan Alquran.
Mulut tidak bisa membaca, mata tidak bisa membaca, tetapi telinga bisa mendengarkan lantunan Alquran. Begitu dihisab mulutnya kosong, matanya kosong, di telinga ada Alqurannya.
Maka, jika bukan orang Indonesia, takkan mengerti Islam Indonesia. Mereka tidak paham, oleh karena, seakan-akan, para ulama dulu tidak serius dalam menanam. Sahadatain jadi sekaten. Kalimah sahadat jadi kalimosodo. Ya Hayyu Ya Qayyum jadi Yo Kayuku Yo Kayumu.
Ini terkesan ulama dahulu tidak ‘alim. Ibarat pedagang, seperti pengecer. Tetapi, lima ratus tahun kemudian tumbuh subur menjadi Islam Indonesia. Jamaah haji terbanyak dari Indonesia. Orang shalat terbanyak dari Indonesia. Orang membaca Alquran terbanyak dari Indonesia.
Dan Islam yang datang belakangan ini gayanya seperti grosir: islam kaaffah, begitu diikuti, mencuri sapi. Dilihat dari sini, saya meminta, Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, jangan sekali-kali mencurigai Nahdlatul Ulama menanamkan benih teroris.
Teroris tidak mungkin tumbuh dari Nahdlatul Ulama, karena Nahdlatul Ulama lahir dari Bangsa Indonesia. Tidak ada ceritanya Banser kok ngebom disini, sungkan dengan makam gurunya. Mau ngebom di Tuban, tidak enak dengan Mbah Sunan Bonang.
Saya yang menjamin. Ini pernah saya katakan kepada Panglima TNI. Maka, anda lihat teroris di seluruh Indonesia, tidak ada satupun anak warga jamiyyah Nahdlatul Ulama. Maka, Nahdlatul Ulama hari ini menjadi organisasi terbesar di dunia.
Dari Muktamar Makassar jamaahnya sekitar 80 juta, sekarang di kisaran 120 juta. Yang lain dari 20 juta turun menjadi 15 juta. Kita santai saja. Lama-lama mereka tidak kuat, seluruh tubuh kok ditutup kecuali matanya. Ya kalau pas jualan tahu, lha kalau pas nderep di sawah bagaimana. Jadi kita santai saja. Kita tidak pernah melupakan sanad, urut-urutan, karena itu cara Nahdlatul Ulama agar tidak keliru dalam mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad saw.
sumber : Agus Sunyoto Lesbumi