Gambar diatas
adalah salahsatu soal Ujian Nasional (UN) tahun 2014 untuk matapelajaran Bahasa
Indonesia. Umumnya soal-soal UN apalagi matapelajaran Bahasa Indonesia selalu
mengutip keteladanan tokoh nasional atau pahlawan nasional. Namun, dalam soal
UN tahun 2014 ini, sungguh berbeda sekali. Terbukti perbedaan itu amat sangat
mencolok, soal-soal Ujian Nasional matapelajaran Bahasa Indonesia itu sama
sekali tidak mengutip nama-nama pahlawan nasional/tokoh nasional. Akan tetapi,
nama salahsatu kader tokoh partai politik dinegara NKRI yang kita cintai ini.
Secara konteks soal-soal UN tersebut tidak mencederai nilai-nilai yang
terkandung dalam matapelajaran Bahasa Indonesia. Namun, secara Substansi ilmu pendidikan
tidak etis dan tidak relevan dengan mencampuradukkan suasana kebatinan peserta
UN untuk belajar dengan mengkondisikan suasana panas percaturan politik yang
terjadi sekarang ini. Terlebih lagi politik pencitraan untuk mempromosikan
salahsatu kader partai politik yang akan bertarung nantinya pada PilPres 2014.
Dunia pendidikan
yang seyogyanya dituntut untuk bersikap netral dan bersih dari racun propaganda
politik sudah tersusupi oleh oknum tertentu yang berusaha mengambil keuntungan
politik dalam kesempatan Ujian Nasional. Bahkan Menteri Pendidikan, M. Nuh
sempat kecolongan dengan adanya soal UN tersebut. Dan pada waktu yang bersamaan
M. Nuh serius ingin mengusut tuntas siapa dalang pelakunya. Sungguh reaksi yang
cepat dari seorang Menteri Pendidikan.
Oknum yang telah
berani membubuhkan soal UN tersebut, sudah digolongkan melalaikan amanah UUD
1945 dalam hal pendidikan. Negara dan Pelaku pendidikan harus mampu menciptakan
manusia-manusia cerdas dan unggul, serta mampu memberikan kontribusi pendidikan
yang baik dan benar kepada objek yang akan didik. Alih-alih ingin mencerdaskan
anak bangsa dengan tetap fokus mengedepankan terapan-terapan ilmu yang benar,
kenyataannya sekarang tidak direalisasikan secara utuh. Dunia pendidikan telah
tercemar oleh racun-racun propaganda dan pencitraan salahsatu tokoh kader
partai politik. Anak bangsa yang semula niatnya untuk fokus belajar ditengah
perjalanan menghadapi Ujian Nasional mereka diinfiltrasi pemikirannya hanya
untuk mengetahui politik pencitraan belaka. Dunia pendidikan buat anak Sekolah
Menengah Umum (SMU) Ujian Nasional adalah pintu akses untuk mencapai jenjang
pendidikan yang lebih baik lagi. Baik itu secara metode pembelajaran, materi
pembelajaran, bahkan maindset (pola pikir) yang lebih terbuka dan bebas dalam
mengemas terapan-terapan ilmu. Bagaimana mungkin pintu akses pendidikan itu
tercederai oleh kepentingan politik pencitraan partai politik tertentu. Motif
“aji mumpung” oleh oknum itu tidaklah bisa diaminkan apalagi oknum tersebut
masih berkeliaran bebas dengan merasa tanpa ada beban apapun. Apresiasi buat
Menteri Pendidikan apabila kelak oknum pelakunya terungkap dan bisa diberikan
sanksi tegas.
Sama-sama
diketahui bahwa para peserta Ujian Nasional kemaren adalah para remaja belia
yang dikategorikan sebagai pemilih pemula dalam ajang PilPres 2014 mendatang.
Pemilih pemula yang ikut Ujian Nasional tersebar di 18 Provinsi, sudah dapat
dipastikan dengan membaca soal UN yang terkotori oleh politik pencitraan akan
ikut terseret-seret dalam kepentingan politik praktis. Ada indikasi “pencucian
otak” terhadap pemilih pemula tersebut.
Ironisnya lagi,
salahsatu tokoh kader partai politik yang tercantum namanya di soal Ujian
Nasional itu, membantah tidak mengetahui apa-apa perihal kejadian politik
pencitraan, bahkan tokoh tersebut terlihat “sewot” menanggapi kasus ini. Lumrah
memang dalam setiap pembelaan diri seseorang apatah lagi seorang tokoh kader
partai politik.
Sungguh dilema
nasib pemilih pemula yang tujuan utama mereka untuk belajar, tapi
terkontaminasi oleh kepentingan politik. Akibat Oknum yang tidak amanah itu,
kredibilitas soal-soal UN perlu untuk diperkuat lagi pada masa yang akan
datang. Semoga dunia pendidikan seputih kapas akuntabilitasnya kelak, dan
sebiru langit (sora) kapabilitasnya. Salam dunia pendidikan !
No comments:
Post a Comment