Saturday, 13 April 2019

"Taqiyyah Politik dan Netralitas SAS (Syeikh Abdul Somad) persis sama dengan imam syafi'i bertaqiyyah saat dipaksa untuk akui Al qur'an adalah Mahluk dengan memakai isyarat jari jemarinya." (edisi Kritisi).




Hasil gambar untuk syekh abdul somad
Barang jadi SAS lupa bahwa menjaga jarak dalam politik kekuasaan itu bukan hanya sekedar menolak jabatan strategis atau menjauhi istana. Menolaknya bukan berarti sudah cukup pasti untuk terhindar dari "debu-debu politik kekuasaan". Komitmen bathin dan lisan yang selama ini terinkrahkan oleh SAS dari berbagai sumber youtube agar terus menjaga NETRALITAS selama PILPRES 2019 ternyata hanya sebatas strategi "mentaqiyyahkan politik" semata. Pertanyaannya sekarang "Bolehkah bertaqiyyah dalam politik?".

Jawabannya boleh, karna "Taqiyyah Politik" ini dulu pernah juga dilakukan oleh Imam Syafi'i agar selamat dari ancaman kematian dan mudharat terhadap diri beliau.Ada beberapa kalangan kecil ulama menyangsikan cerita taqiyyah sang imam dan menganggap ini sebagai kabar fitnah dengan berdalih bahwa kabar taqiyyah ini muncul pasca 14 tahun meninggalnya imam syafi'i. Namun, kebanyakan ulama aswaja akui bahwa kabar sang imam bertaqiyyah karna ancaman kematian oleh pasukan khalifah adalah benar adanya. Al hasil sang imam lolos dan selamat dari ancaman kematian, karena telah mengecoh pasukan khalifah dengan trik ilmu kalam. Sang imam menginterpretasikan dan berisyarat ke lima jarinya (jari jemarinya) sebagai mahluk. Inilah kelihaian ilmu kalam yang dimiliki oleh sang imam dimasa khalifah yang tidak semazhab dengan beliau akan menjadi ancaman bagi penguasa.

Sang imam (Syafii) sedari awal tak pernah ikrarkan komitmen kepada publik secara bathin maupun lisan untuk menetralkan ancaman dari khalifah. karna, sang imam berkeyakinan didalam hati dan ilmunya menolak bahwa Al qur'an bukan mahluk. Lain halnya jika sang imam pernah berkomitmen ?

Terimakasih, semoga menjadi ibrah manfaat

Oleh Pitopangsan

No comments:

Post a Comment