Merealisasikan
konsep pendidikan gratis buat anak-anak bangsa dengan konsep mensejahterakan kaum
pendidik (Guru) melalui penurunan Gaji bulanan dan pemenuhan fasilitas gratis.
Tahap awal yang
wajib dibenahi adalah Program BOS (Bantuan Operasional Sekolah) lebih baik
dihapuskan, diganti dengan program usaha KOPERASI SEKOLAH yang lebih mandiri. Program
“BOS” pemubaziran yang dipertengahan jalan banyak terciptanya manipulasi data, bahkan
dimanipulasi oleh Kepala Sekolah dan Bendahara sekolah sendiri.
Negara melalui
Pemerintah Pusat tak perlu memanjakan sekolah-sekolah dengan program “BOS”. Cukup
berikan sekolah modal untuk mengelolah koperasi sekolah nya. Anak didik selain
dituntut untuk menimba ilmu mereka juga wajib bertanggung jawab memajukan
sekolah dengan usaha-usaha kemandirian sekolah via koperasi sekolah. Koperasi
sekolah yang memenuhi semua kebutuhan fasilitas serta perlengkapan proses
belajar anak didik, pihak sekolah wajib mengasah jiwa entrepreneurship yang
berbasis kewirausahaan kepada anak-anak didik.
Multitalenta
yang coba ditanam kepada anak didik, kelak mereka akan merasa tertantang dan
percaya diri menghadapi dunia luar setelah menamatkan jenjang sekolah. Pengelolahan
dan pendirian koperasi sekolah yang berbasis profit, pada hasil akhirnya akan
dimanfaatkan untuk perbaikan fasilitas sekolah. Negara tak perlu lagi keluarkan
anggaran besar untuk sekolah dalam wujud dana “BOS”, dengan modal yang PAS maka
pihak sekolah akan bergiat diri untuk memanajemen koperasi. Koperasi sekolah yang
bergerak dibidang makanan, minuman, alat tulis, perlengkapan kegiatan ekstra
kurikuler, sampai buku cetak anak didik pun, haruslah dipasok oleh pihak
sekolah. Guru dan anak didik harus saling aktif dan bersinergi untuk
bertanggung jawab memajukan koperasi sekolah. Pihak sekolah wajib
mengkomersialkan semua kemampuan dan talenta anak didiknya, bukan sebaliknya.
Selain Dana “BOS”
dihapuskan. Sekop yang lebih besar lagi, Anggaran pendidikan yang berbasis
perekrutan pendidikan anak bangsa baik miskin atau kaya, wajib ditempuh dengan
jalur murah bahkan kalau bisa Free (Gratis). Sejatinya semua anak bangsa wajib
sekolah tak pandang kasta ! karena tujuan pendidikan nasional sungguh mulia.
Selanjutnya, menambah
dan mempermudah penseleksian program beasiswa yang tak mengenal umur dan
batasan harus segera diwujudkan kedepan. Lembaga eksekutif seperti Presiden wajib
mempertimbangkan dana anggaran pendidikan ditambah lagi, bila perlu 50% dari
total anggaran negara yang dimiliki. Kalau pemerintah kedepan memang concern, dengan
pembenahan secara menyeluruh pembentukan karakter Sumber Daya Manusia (SDM)
anak bangsa.
Dana anggaran
yang 50% tersebut, 20% pertama untuk memfasilitasi kebutuhan primer dan
sekunder tenaga pendidik, tapi konsekwensi berbeda gaji mereka diturunkan. Penurunan
gaji tenaga guru tersebut tidak merugikan mereka nantinya, karena para pendidik
tersebut akan diperlengkapi berbagai fasilitas penunjang layaknya fasilitas
para anggota dewan. Fasilitas seperti transportasi, perumahan bahkan kesehatan
utk menunjang peningkatan proses mendidik dan belajar mengajar. Kalau fasilitas
penunjang tenaga pendidik ini sudah terpenuhi, maka mereka para guru tak akan
berkecil hati kalau gajinya diturunkan.
Selanjutnya 20%
pecahan kedua, dari anggaran pendidikan yg 50% tersebut diprogramkan untuk,
pembangunan dan perbaikan gedung-gedung sekolah baru. Yang terakhir, 10%
pecahan ketiga yang bersisa dari anggaran pendidikan 50% tersebut, ditepat
posisikan untuk akses pendidikan murah di PTUN dan PTUS. Simple kan?
Program akses
sekolah dengan biaya murah apalagi free (gratis) nantinya pasti akan merangsang
minat anak-anak bangsa untuk berbondong-bondong mau bersekolah. Kalau anak
bangsa sudah berbondong-bondong untuk sekolah, maka pembangunan fisik gedung sekolah
wajib ditambah pula. Kalau pembangunan fisik gedung sekolah ditambah kuotanya,
maka berapa lapangan pekerjaan seorang tenaga pendidik akan dirangsang
tercipta. Melimpah ruahnya tenaga pendidik ini nantinya berbarengan dengan
tingkat populasi penduduk di negara ini yang terus bertambah pertahunnya.
Kalau bisa untuk
sementara, negara harus menstop semua sekolah-sekolah yang berbasis
internasional, pemberdayaan sekolah lokal lebih diprioritaskan. Kalaupun
sekolah internasional tersebut menginginkan berpartisipasi untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional, maka akses murah wajib dijalankan. Kalau tidak mau
ikut, gampang kok pemerintah bisa tinggal cabut izin dan tidak memberikan izin
selamanya. Sejatinya memperkenalkan sekolah internasional itu tak perlu
menjemput bola ke negara indonesia ini, justru sebaliknya. Anak-anak bangsa
inilah yang harus dipaksakan utk belajar dan menyerap ilmu di negara-negara
internasional, seperti Amerika, Jerman, Inggris, dan Jepang.
Sungguh, tujuan
jangka panjang dari pendidikan SDM ini, lebih besar manfaatnya ketimbang
menaikkan anggaran negara dibidang infrastruktur dan sarana prasarana jalan. Efek
domino dari akses murah/free pendidikan anak bangsa, dilanjutkan dengan
penambahan gedung sekolah, serta terangsangnya lapangan kerja baru buat tenaga
pendidik, ditambah lagi bebasnya anak bangsa menuntut ilmu di negara-negara
luar, sekembalinya mereka dari luar negeri, pun wajib difasilitasi.
Sungguh butuh
KONSEPTOR, EKSEKUTOR beserta LEGISLATOR yang saling bersinergi untuk bahu
membahu membenahi dan mewujudkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) anak-anak
bangsa. Salam pendidikan.
No comments:
Post a Comment