Saturday, 3 May 2014

SALAHKAH SISTEM MULTIPARTAI DI INDONESIA.

 

Sungguh tidak ada jaminan sedikitpun yang menginginkan sistem presidensial  berpadu dengan partai sederhana seperti di Amerika. Kesalahan fatalnya bukan bermuara pada kuantitas partai politik, di era ORBA partai cuma 3 hanya sistemnya parlementer. Sekarang partai belasan nama, tapi sistem pemerintahan presidensial. Kenapa tiba-tiba saja kita digiring wacana untuk menyederhanakan parpol?

Terlepas dari carut marutnya integritas dan managemen yang baik oleh parpol, sekalipun parpol ada 2 nantinya, masyarakat akan tetap ilfill (dingin). Negara ini masih perlu pembinaan dan pemulihan image positif terhadap parpol. Masih adanya tingkat “GOLPUT” (Golongan Putih) pertanda parpol belum berada dihati masyarakat.

Lantas kenapa harus parpol yang dijadikan “kuda troya” oleh sistem presidensial saat ini. Sungguh tidak ada yang salah dengan sistem multi partai saat ini. Tahap awal yang harus dibenahi adalah tingkat partisipasi politik publik harus dinaikkan, pemulihan kinerja mesin-mesin parpol harus dibenahi.

Usulan prof. Yusril Ihza Mahendra lah menurut hemat pemikiran saya yang terbaik dari yang baik-baik. Prof. Yusril selangkah lebih maju dibanding pengamat barat. Namun sayang beribu sayang, idenya dalam merubah tatanan pemerintah dan berdemokrasi politik dinegara ini telah dihalangi dan ditunda oleh MK (Mahkamah Konstitusi). Ditunda sampai Pemilu tahun 2019 yang akan datang. Sekarang tiba-tiba semua pengamat mau obral ide-ide tentang hebatnya sistem pemerintahan di negara adi kuasa, USA. Tunggu dulu !!!

Orang jenius seperti Prof. Yusril pun tak bisa dihargai idenya untuk merubah tatanan sistem pemerintahan negara ini yang lebih simple dan mudah. Mengapa para pengamat itu hanya bercermin pada 1 kaca saja, sementara ribuan kaca terpampang jelas dihadapan kita. Kenapa multi partai yang dipersalahkan sementara keragaman budaya dan etnis di NKRI ini disatukan dengan konsep bhinneka tunggal ika, masih utuh. Seolah-olah ada anggapan bahwa prof. Yusril mengajukan ide tersebut untuk bermain aman supaya parpolnya lolos tanpa usaha sedikitpun. ironis!

Sekarang dengan adanya carut marut peta koalisi yang masih menimbulkan aura negatif yang dapat mencederai berdemokrasi politik, We are affraid? Koalisi dengan bagi-bagi kue kekuasaan untuk kepentingan parpol sesaat, tanpa memperdulikan kesejahteraan publik tidak ranahnya parpol. Tugas lembaga eksekutif lah kelak yang akan memenuhi janji kesejahteraan publik tersebut, bukan parpol. emang parpol bisa apa ?

Parpol itu hanya media, jalan penghubung (By Pass) untuk melaksanakan tugas demokrasi politiknya, lantas yang mengeksekusi hasil demokrasi politik itu adalah EKSEKUTIF. Sekonyong-konyong pengamat menggiring opini menumpukkan kesalahan pada sistem multipartai saat ini, di kasih yang sederhana oleh Prof. Yusril direject. Dikasih metode yang simple, mudah dan menghemat anggaran kok ramai-ramai membully dan menolak. Kemana idealisme mu bung. Terkeroposikah idealisme itu oleh kepentingan-kepentingan materil sesaat, sehingga orang baik yang mengutarakan ide serta merta tidak mengaminkannya.

Sistem presidensil jauh beda dengan sistem parlementer. Sungguh negara ini sdh menerapkan kedua sistem tersebut, sekalipun sekarang masih abu-abu. Sosok lawyer senior sekalipun seperti bang Adnan Buyung Nasution telah mengusulkan ide pemerintahan memakai tambahan posisi perdana menteri. Tak satupun mengaminkan ide cemerlang Prof. Buyung tersebut, malah beriringnya waktu ide tersebut lenyap dan tak terdengar lagi. Paradoks bukan. Jepang punya Perdana Menteri (PM), Malaysia juga, Prancis apalagi, Inggris senada dengan negara-negara tadi.  coba liat bagaimana efeknya.

Pemilu PILEG dan PILPRES yang serentak telah ditolak oleh MK, dgn alasan KPU tidak akan cukup waktu menyelenggarakannya, pesimistis apalagi ini. Tidak mau ambil pusing adanya hiruk pikuk peta koalisi parpol saat ini bukanlah cerminan seorang penonton yang baik. Negara ini ibarat sebuah kapal yang akan segera tenggelam dan pecah, lantas layakkah kita saling menyalahkan, dengan berkata "salah kapten ! salah ABK !"," Salah Multipartai salah ini salah itu, sementara isu sentral dari tergerusnya kepercayaan publik pada parpol tidak bersama-bersama membenahi. Kalau mau serius mencari solusi dari sembrawutnya sistem presidensial multipartai skrg ini, harus diurai dulu dari merubah Undang-Undang PT (Presidensil Threshold). Hilangkan semua syarat-syarat porsentase ambang batas yang telah ditetapkan. Tidak mengapa ketakutan Surya Paloh akan tercipta ribuan Capres nantinya. Toh, kita juga sudah terlanjur lari dari sistem Parlementer. Rakyat penuh kuasa wewenang utk menentukan pilihan.

Kebebasan rakyat yang kebablasan memilih dan menentukan sekarang, kenapa harus dikekang dengan aturan PT yang tidak menguntungkan semua Partai Politik. Kenapa publik tidak boleh mengajukan tokoh yang layak jadi leader diluar kader parpol? Apakah negara ini cuma dimiliki oleh tokoh kader saja. Apakah nanti hasil dari koalisi parpol itu akan membuahkan menteri-menteri yang sesuai dengan ahli dalam bidangnya masing-masing. Apakah nantinya hasil dari koalisi parpol itu hanya akan terkonsep pada sistem bagi-bagi kue kekuasaan yang selama ini kita takutkan?

Bablasnya peranan parpol haruslah dihentikan segera, jangan sampai ketakutan-ketakutan itu muncul lagi nanti dibenak kita. Sejatinya parpol adalah media atau Bypass. Parpol tidak bisa menjadi striker sampai menggoalkan bola kemistar gawang, dominan harus direm. Kenapa bank bisa merger dan diakuisisi sementara parpol tidak sama sekali melakukan merger, kenapa ? Bukankah merger pilihan terbaik juga kalau ingin meniru trend politiknya pemerintahan di amerika sana. Kenapa tidak dimergerkan saja, sesama partai nasionalis, dan sesama partai islam, biar lebih menentu kemana arahnya ideologi tsb. Kalau niatannya ingin mematikan urat nadi multipartai. Merger tidak sepedih pembunuhan parpol melalui Undang-Undang PT. Mergernya parpol adalah win-win solution yang satupun tidak ada dirugikan, dan tidak pula membawa kepedihan tersendiri pada pendiri partai. Sekian. Salam NKRI !
 

No comments:

Post a Comment