Sungguh tidak
ada jaminan sedikitpun yang menginginkan sistem presidensial berpadu dengan partai sederhana seperti di
Amerika. Kesalahan fatalnya bukan bermuara pada kuantitas partai politik, di era
ORBA partai cuma 3 hanya sistemnya parlementer. Sekarang partai belasan nama,
tapi sistem pemerintahan presidensial. Kenapa tiba-tiba saja kita digiring
wacana untuk menyederhanakan parpol?
Terlepas dari
carut marutnya integritas dan managemen yang baik oleh parpol, sekalipun parpol
ada 2 nantinya, masyarakat akan tetap ilfill (dingin). Negara ini masih perlu
pembinaan dan pemulihan image positif terhadap parpol. Masih adanya tingkat “GOLPUT”
(Golongan Putih) pertanda parpol belum berada dihati masyarakat.
Lantas kenapa
harus parpol yang dijadikan “kuda troya” oleh sistem presidensial saat ini. Sungguh
tidak ada yang salah dengan sistem multi partai saat ini. Tahap awal yang harus
dibenahi adalah tingkat partisipasi politik publik harus dinaikkan, pemulihan
kinerja mesin-mesin parpol harus dibenahi.
Usulan prof. Yusril
Ihza Mahendra lah menurut hemat pemikiran saya yang terbaik dari yang
baik-baik. Prof. Yusril selangkah lebih maju dibanding pengamat barat. Namun
sayang beribu sayang, idenya dalam merubah tatanan pemerintah dan berdemokrasi
politik dinegara ini telah dihalangi dan ditunda oleh MK (Mahkamah Konstitusi).
Ditunda sampai Pemilu tahun 2019 yang akan datang. Sekarang tiba-tiba semua
pengamat mau obral ide-ide tentang hebatnya sistem pemerintahan di negara adi
kuasa, USA. Tunggu dulu !!!
Orang jenius
seperti Prof. Yusril pun tak bisa dihargai idenya untuk merubah tatanan sistem pemerintahan
negara ini yang lebih simple dan mudah. Mengapa para pengamat itu hanya
bercermin pada 1 kaca saja, sementara ribuan kaca terpampang jelas dihadapan
kita. Kenapa multi partai yang dipersalahkan sementara keragaman budaya dan
etnis di NKRI ini disatukan dengan konsep bhinneka tunggal ika, masih utuh. Seolah-olah
ada anggapan bahwa prof. Yusril mengajukan ide tersebut untuk bermain aman
supaya parpolnya lolos tanpa usaha sedikitpun. ironis!
Sekarang dengan
adanya carut marut peta koalisi yang masih menimbulkan aura negatif yang dapat
mencederai berdemokrasi politik, We are affraid? Koalisi dengan bagi-bagi kue
kekuasaan untuk kepentingan parpol sesaat, tanpa memperdulikan kesejahteraan
publik tidak ranahnya parpol. Tugas lembaga eksekutif lah kelak yang akan
memenuhi janji kesejahteraan publik tersebut, bukan parpol. emang parpol bisa
apa ?
Parpol itu
hanya media, jalan penghubung (By Pass) untuk melaksanakan tugas demokrasi
politiknya, lantas yang mengeksekusi hasil demokrasi politik itu adalah
EKSEKUTIF. Sekonyong-konyong pengamat menggiring opini menumpukkan kesalahan pada
sistem multipartai saat ini, di kasih yang sederhana oleh Prof. Yusril
direject. Dikasih metode yang simple, mudah dan menghemat anggaran kok
ramai-ramai membully dan menolak. Kemana idealisme mu bung. Terkeroposikah
idealisme itu oleh kepentingan-kepentingan materil sesaat, sehingga orang baik
yang mengutarakan ide serta merta tidak mengaminkannya.
Sistem
presidensil jauh beda dengan sistem parlementer. Sungguh negara ini sdh
menerapkan kedua sistem tersebut, sekalipun sekarang masih abu-abu. Sosok
lawyer senior sekalipun seperti bang Adnan Buyung Nasution telah mengusulkan
ide pemerintahan memakai tambahan posisi perdana menteri. Tak satupun mengaminkan
ide cemerlang Prof. Buyung tersebut, malah beriringnya waktu ide tersebut
lenyap dan tak terdengar lagi. Paradoks bukan. Jepang punya Perdana Menteri
(PM), Malaysia juga, Prancis apalagi, Inggris senada dengan negara-negara tadi.
coba liat bagaimana efeknya.
Pemilu PILEG
dan PILPRES yang serentak telah ditolak oleh MK, dgn alasan KPU tidak akan
cukup waktu menyelenggarakannya, pesimistis apalagi ini. Tidak mau ambil pusing
adanya hiruk pikuk peta koalisi parpol saat ini bukanlah cerminan seorang
penonton yang baik. Negara ini ibarat sebuah kapal yang akan segera tenggelam
dan pecah, lantas layakkah kita saling menyalahkan, dengan berkata "salah
kapten ! salah ABK !"," Salah Multipartai salah ini salah itu,
sementara isu sentral dari tergerusnya kepercayaan publik pada parpol tidak
bersama-bersama membenahi. Kalau mau serius mencari solusi dari sembrawutnya
sistem presidensial multipartai skrg ini, harus diurai dulu dari merubah Undang-Undang
PT (Presidensil Threshold). Hilangkan semua syarat-syarat porsentase ambang
batas yang telah ditetapkan. Tidak mengapa ketakutan Surya Paloh akan tercipta
ribuan Capres nantinya. Toh, kita juga sudah terlanjur lari dari sistem Parlementer.
Rakyat penuh kuasa wewenang utk menentukan pilihan.
Kebebasan
rakyat yang kebablasan memilih dan menentukan sekarang, kenapa harus dikekang dengan
aturan PT yang tidak menguntungkan semua Partai Politik. Kenapa publik tidak
boleh mengajukan tokoh yang layak jadi leader diluar kader parpol? Apakah
negara ini cuma dimiliki oleh tokoh kader saja. Apakah nanti hasil dari koalisi
parpol itu akan membuahkan menteri-menteri yang sesuai dengan ahli dalam
bidangnya masing-masing. Apakah nantinya hasil dari koalisi parpol itu hanya
akan terkonsep pada sistem bagi-bagi kue kekuasaan yang selama ini kita
takutkan?
Bablasnya peranan
parpol haruslah dihentikan segera, jangan sampai ketakutan-ketakutan itu muncul
lagi nanti dibenak kita. Sejatinya parpol adalah media atau Bypass. Parpol
tidak bisa menjadi striker sampai menggoalkan bola kemistar gawang, dominan harus
direm. Kenapa bank bisa merger dan diakuisisi sementara parpol tidak sama
sekali melakukan merger, kenapa ? Bukankah merger pilihan terbaik juga kalau
ingin meniru trend politiknya pemerintahan di amerika sana. Kenapa tidak
dimergerkan saja, sesama partai nasionalis, dan sesama partai islam, biar lebih
menentu kemana arahnya ideologi tsb. Kalau niatannya ingin mematikan urat nadi
multipartai. Merger tidak sepedih pembunuhan parpol melalui Undang-Undang PT. Mergernya
parpol adalah win-win solution yang satupun tidak ada dirugikan, dan tidak pula
membawa kepedihan tersendiri pada pendiri partai. Sekian. Salam NKRI !
No comments:
Post a Comment