Monday, 5 May 2014

LAYAKKAH TUNTUTAN BURUH MENGENAI KENAIKAN UPAH

 


Para pengusaha sebenarnya tidak perlu takut atas requestnya para kaum buruh di Indonesia dengan meminta kenaikkan Upah Minimum Regional (UMR) sebesar 30 PERSEN. Apalagi sampai mentakut-takuti pemerintah dengan alasan investor tidak diuntungkan dan bakalan hengkang ke negara tetangga, seperti Thailand, Vietnam dan Philipina.
Dalam teori ekonomi mikro, “ongkos produksi ikut mempengaruhi harga produksi satuan barang”. Upah termasuk ongkos produksi, jadi mau tidak mau pasti harga produksi satuan juga harus naik. Jujur secara pribadi saya heran, ilmu ekonomi itu tidaklah serumit ilmu matematik dan kimia. Tapi kenapa pengusaha membuatnya serumit mungkin. Apabila nanti pengusaha berkeinginan mematuhi request kaum buruh dan pekerja, konsekuensi harga barang produksi naik harus ditanggung. Kesejahteraan buruh meningkat di sisi yang sama juga pengusaha jangan dihalangi untuk menarik keuntungan dari hasil produksinya, cukup adilkan?
Gitu aja kok repooooot !!! Repot aja gak mau kek gitu-gituan ! Kok direpot-repotin ya?
Sedikit memberi solusi mengenai, masalah outsourcing jangan dihapuskan yang ada nantinya kaum buruh juga pasti yang menuai kerugian. Kenapa? Karena yang menjadi masalah krusial dari outsourcing itu bukan dari pola perekrutannya, tapi jangka waktu kontrak nya yang terasa pendek, yaitu sekali setahun. Jikalau orientasi kaum buruh kesejahteraan, maka buruh cukup meminta kepada pengusaha untuk memperpanjang kontrak kerja outsourcing mereka dalam jangka waktu per 5 tahun. Adilkan?
Hal sesimple seperti ini, kenapa musti diperumit. Bahkan terkesan dipolitisasi untuk pencitraan tokoh politik tertentu menjadi pahlawan. Kaum buruh harus lebih cerdas lagi mengutarakan request-request nya kepada pengusaha dan pemerintah. Teliti dan jeli, jangan sampai mau ditunggangi politisi. Apalagi politisi yang mengajukan solusi dari aspek politik dan keamanan saja. Problematika kesejahteraan buruh tak akan mampu dengan mengurai aspek diluar ilmu ekonomi seperti memprovokasi buruh supaya bersatu apalagi berbicara aspek pendidikan dan keamanan semata.
Jadi takaran yang tepat dan mengena haruslah diurai dengan indikator-indikator kesejahteraan ekonomi buruh itu sendiri, not politik ! Indikator-indikator kesejahteraan ekonomi buruh itu seperti perpanjangan kontrak kerja dalam tempo lama dapat memberikan rasa nyaman kepada buruh itu sendiri, mereka tidak was-was apabila kontraknya dalam jangka panjang tersebut akan berakhir, karena selama kontrak berjalan, mereka kaum buruh sudah memiliki dana cadangan menabung hasil pekerjaannya selama 5 tahun. Lain cerita kalau kontrak kerja mereka jangka pendek, jangankan seorang buruh, seorang pengusaha saja membuka usaha bisnisnya selama 1 tahun saja, belum tentu bisa untung butuh waktu jangka panjang. Apalagi sistem outsourcing yang dipatok persatu tahun sekali harus memperbarui kontrak, iya kalau diperpanjang, bagaimana kalau tidak ?
Kaum buruh menuntut kesehatan, pendidikan, perumahan bahkan uang pensiun untuk waktu tua, saya pikir ini tidak perlu ada, kenapa begitu. Karena kalau 1 indikator kesejahteraan ekonomi buruh saja bisa ditingkatkan tiap tahun, maka dijamin buruh akan sanggup memenuhi kebutuhan hidup akan kesehatan, pendidikan anak, perumahan bahkan uang jaminan hari tua akan bisa tercukupi. Dengan syarat upah buruh, setiap dalam jangka waktu per 2 tahun harus dinaikkan. Pemerintah tidak perlu memanjakan buruh dengan memberikan fasilitas-fasilitas penunjang! Namun pengusaha dan pemerintah wajib bin wajib meningkatkan uang pemasukan (income) kaum buruh. Kalau income buruh besar, otomatis kaum buruh bisa membeli apa saja yang mereka kehendaki. Bagaimana, Super Simplekan? Sekian. Selamat Bekerja !

No comments:

Post a Comment