Para pengusaha
sebenarnya tidak perlu takut atas requestnya para kaum buruh di Indonesia
dengan meminta kenaikkan Upah Minimum Regional (UMR) sebesar 30 PERSEN. Apalagi
sampai mentakut-takuti pemerintah dengan alasan investor tidak diuntungkan dan
bakalan hengkang ke negara tetangga, seperti Thailand, Vietnam dan Philipina.
Dalam teori ekonomi
mikro, “ongkos produksi ikut mempengaruhi harga produksi satuan barang”. Upah
termasuk ongkos produksi, jadi mau tidak mau pasti harga produksi satuan juga
harus naik. Jujur secara pribadi saya heran, ilmu ekonomi itu tidaklah serumit
ilmu matematik dan kimia. Tapi kenapa pengusaha membuatnya serumit mungkin. Apabila
nanti pengusaha berkeinginan mematuhi request kaum buruh dan pekerja, konsekuensi
harga barang produksi naik harus ditanggung. Kesejahteraan buruh meningkat di sisi
yang sama juga pengusaha jangan dihalangi untuk menarik keuntungan dari hasil
produksinya, cukup adilkan?
Gitu aja kok repooooot !!! Repot aja gak mau kek
gitu-gituan ! Kok direpot-repotin ya?
Sedikit memberi
solusi mengenai, masalah outsourcing jangan dihapuskan yang ada nantinya kaum
buruh juga pasti yang menuai kerugian. Kenapa? Karena yang menjadi masalah krusial
dari outsourcing itu bukan dari pola perekrutannya, tapi jangka waktu kontrak
nya yang terasa pendek, yaitu sekali setahun. Jikalau orientasi kaum buruh
kesejahteraan, maka buruh cukup meminta kepada pengusaha untuk memperpanjang
kontrak kerja outsourcing mereka dalam jangka waktu per 5 tahun. Adilkan?
Hal sesimple seperti
ini, kenapa musti diperumit. Bahkan terkesan dipolitisasi untuk pencitraan
tokoh politik tertentu menjadi pahlawan. Kaum buruh harus lebih cerdas lagi mengutarakan
request-request nya kepada pengusaha dan pemerintah. Teliti dan jeli, jangan sampai
mau ditunggangi politisi. Apalagi politisi yang mengajukan solusi dari aspek
politik dan keamanan saja. Problematika kesejahteraan buruh tak akan mampu
dengan mengurai aspek diluar ilmu ekonomi seperti memprovokasi buruh supaya
bersatu apalagi berbicara aspek pendidikan dan keamanan semata.
Jadi takaran
yang tepat dan mengena haruslah diurai dengan indikator-indikator kesejahteraan
ekonomi buruh itu sendiri, not politik ! Indikator-indikator kesejahteraan
ekonomi buruh itu seperti perpanjangan kontrak kerja dalam tempo lama dapat
memberikan rasa nyaman kepada buruh itu sendiri, mereka tidak was-was apabila
kontraknya dalam jangka panjang tersebut akan berakhir, karena selama kontrak
berjalan, mereka kaum buruh sudah memiliki dana cadangan menabung hasil
pekerjaannya selama 5 tahun. Lain cerita kalau kontrak kerja mereka jangka
pendek, jangankan seorang buruh, seorang pengusaha saja membuka usaha bisnisnya
selama 1 tahun saja, belum tentu bisa untung butuh waktu jangka panjang. Apalagi
sistem outsourcing yang dipatok persatu tahun sekali harus memperbarui kontrak,
iya kalau diperpanjang, bagaimana kalau tidak ?
Kaum buruh menuntut
kesehatan, pendidikan, perumahan bahkan uang pensiun untuk waktu tua, saya
pikir ini tidak perlu ada, kenapa begitu. Karena kalau 1 indikator
kesejahteraan ekonomi buruh saja bisa ditingkatkan tiap tahun, maka dijamin
buruh akan sanggup memenuhi kebutuhan hidup akan kesehatan, pendidikan anak,
perumahan bahkan uang jaminan hari tua akan bisa tercukupi. Dengan syarat upah
buruh, setiap dalam jangka waktu per 2 tahun harus dinaikkan. Pemerintah tidak perlu
memanjakan buruh dengan memberikan fasilitas-fasilitas penunjang! Namun
pengusaha dan pemerintah wajib bin wajib meningkatkan uang pemasukan (income)
kaum buruh. Kalau income buruh besar, otomatis kaum buruh bisa membeli apa saja
yang mereka kehendaki. Bagaimana, Super Simplekan? Sekian. Selamat Bekerja !
No comments:
Post a Comment