Tuesday, 19 September 2017

3 Fase Gerakan dan Pemberontakan Komunis Indonesia



Gerakan komunis di indonesia itu terbagi dalam 3 fase :

1. Fase Syarekat ISLAM (SI) (Tan malaka, Semaun)
2. Fase Muso dikirim dari Uni Soviet masuk indonesia
3. Fase DN. Aidit (kejayaan partai komunis indonesia).


1. Fase Syarikat Islam (SI)

Ditandai dengan munculnya Tan malaka dan Semaun sebagai tokoh paham komunis di Indonesia. Difase ini nama organisasi Syarikat Islam (SI) yang berpusat di Jogjakarta, mendapatkan saingan keras dari tokoh SI paham kiri (Semaun). Yang awalnya organisasi SI berdiri dengan satu nakhoda kemudian disusupi tokoh-tokoh paham kiri (Komunis) akhirnya SI pun terpecah menjadi dua : SI Putih (pusatnya dijogja) dan SI Merah (pusatnya di semarang). Karna adanya dualisme dalam tubuh SI maka, Buya Agus salim mengusulkan adakan Kongres yang bertujuan untuk mendepak keluar tokoh-tokoh SI Merah (Semaun, tan malaka). Dengan adanya kongres tersebut SI mulai bersih dari paham komunis.


Kehancuran PKI (ISDV Semarang) fase awal (fase SI Merah dikeluarkan dari organisasi Syarikat Islam lalu bergabung dgn ISDV Semarang) bermula dengan adanya Persetujuan Prambanan yang memutuskan akan ada pemberontakan besar-besaran di seluruh Hindia Belanda. Tan Malaka yang tidak setuju karena Komunisme di Indonesia kurang kuat mencoba menghentikan, namun para tokoh PKI lainnya tidak menggubris usulan tersebut, kecuali mereka yang ada di pihak Tan Malaka. Pemberontakan terjadi pada tahun 1926-1927 yang berakhir dengan kekalahan PKI. Para tokoh PKI menyalahkan Tan Malaka atas kegagalan tersebut, karena telah mencoba menghentikan pemberontakan dan memengaruhi cabang-cabang PKI. (pada fase awal ini gerakan komunis ada di kota surabaya dan semarang).



2. Fase Muso dikirim dari Moskow masuk ke Jogjakarta.

Muso adalah Gembong pergerakan sekaligus pemberontakan madiun komunis di indonesia. Muso juga sebagai anggota internasional komunis di moskow, yang datang ke jogjakarta dengan misi mendirikan negara komunis indonesia atas perintah moskow. Karna tak mendapat dukungan di jogjakarta (pusat pemerintahan indonesia pada masa itu), maka Muso menetap di madiun dan nekat mendirikan negara saingan buat pemerintahan indonesia di jogjakarta. Makar muso ini diperuncing lagi dengan terjadinya pemberontakan PKI di madiun. Karna ulah Muso yang meresahkan eksistensi pemerintahan indonesia dijogja maka, pasukan divisi siliwangi menembak mati Muso, gembong komunis madiun ! akhirnya PKI madiun dapat di kalahkan dan dibubarkan.



3. Fase DN. Aidit Gembong PKI perusak TNI dari dalam.
Soekarno sendiri yang cenderung ke kiri, lebih dekat kepada PKI. Terutama setelah Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, politik luar negeri Indonesia semakin condong ke Blok Timur (Blok Komunis Uni Soviet). Indonesia lebih banyak melakukan kerja sama dengan negara komunis seperti Uni Soviet, Kamboja, Vietnam, RRT, maupun Korea Utara. Beberapa langkah-langkah politik luar negeri yang dianggap ke kiri-kirian itu antara lain:
A. Presiden Soekarno menyampaikan pandangan politik dunia yang berlawanan dengan barat, yaitu OLDEFO (Old Established Forces) dan NEFO (New Emerging Forces)
B. Indonesia membentuk Poros Jakarta-Peking dan Poros Jakarta-Phnompenh-Hanoi-Peking-Pyongyang yang membuat Indonesia terkesan ada di pihak Blok Timur
C. Konfrontasi dengan Malaysia yang berujung dengan keluarnya Indonesia dari PBB.
DN Aidit sewaktu kecil bernama Achmad Aidit, setelah dewasa berganti nama menjadi Dipa Nusantara Aidit. Pada awal DN Aidit datang keJakarta, dia menjadi anak didik dari Hatta. Karna pertentangan paham ideologis politik maka mereka berdua berseberangan jalan. Tak bisa dipungkiri, soso aidit ternyata mengagumi paham marhaenisme soekarno. Akibatnya Aidit menjadi pendukung soekarno, karna jasanya tersebut jabatan Sekjen PKI pun diberikan kepada Aidit, sampai pada puncaknya DN Aidit menjadi ketua partai komunis indonesia (PKI).
Dalam kampanye Pemilu 1955, Aidit dan PKI berhasil memperoleh banyak pengikut dan dukungan karena program-program mereka untuk rakyat kecil di Indonesia. Dalam dasawarsa berikutnya, PKI menjadi pengimbang dari unsur-unsur konservatif di antara partai-partai politik Islam dan militer. Berakhirnya sistem parlementer pada tahun 1957 semakin meningkatkan peranan PKI, karena kekuatan ekstra-parlementer mereka. Ditambah lagi karena koneksi Aidit dan pemimpin PKI lainnya yang dekat dengan Presiden Sukarno, maka PKI menjadi organisasi massa yang sangat penting di Indonesia.
Pada 1965, PKI menjadi partai politik terbesar di Indonesia, dan menjadi semakin berani dalam memperlihatkan kecenderungannya terhadap kekuasaan. Pada tanggal 30 September 1965 terjadilah tragedi nasional yang dimulai di Jakarta dengan diculik dan dibunuhnya enam orang jenderal dan seorang perwira. Peristiwa ini dikenal sebagai Peristiwa G-30-S.


No comments:

Post a Comment