Sunday, 9 June 2019

SECANGKIR KOPI & SEDIKIT GULA...

Gambar mungkin berisi: cangkir kopi dan minuman

Lama gak ketemu dengan saudaraku.

Lebaran ini kami kumpul dan silaturahmi seperti dulu. Tapi ada yang berubah darinya.
Tiga tahun lalu kami pernah berada pada situasi yang sama seperti ini. Aku bertemu dia dalam kondisi berbeda. Wajahnya kusut tanpa cahaya. Aku tahu dia punya masalah besar. Kuajak dia ngopi di sebuah tempat yang sepi dan enak.
Entah kenapa aku ingin mendengar ceritanya. Setidaknya dengan mendengarkan cerita orang lain, aku bisa belajar darinya.

"Ada apa ?" Tanyaku membuka pembicaraan. Tidak butuh waktu lama dia mengeluarkan segala keluh kesahnya. Hutang yang melilit bagai ular berbisa, pendapatan yang minim dan kehilangan tempat bekerja. Sebuah masalah yang biasa dalam perjalanan hidup, tetapi menjadi luar biasa ketika sedang berada pada titik pusarannya.

Dia lelaki yang sedang kehilangan harga dirinya..

Aku teringat diriku yang pernah berada pada posisi yang sama. Hancur, patah dan merasa tak berharga. Semua yang kulakukan salah. Bahkan apa yang kuanggap potensi rejeki malah berbalik menjadi musibah.

Hingga pada satu waktu aku membaca sebuah nasihat yang menyentuh diriku. "Perbaikilah akhiratmu, maka Tuhan akan memperbaiki duniamu.." Imam Ali yang berkata, manusia terbijak yang pernah ada. Dan aku tiba-tiba paham, bahwa yang dimaksud akhirat bukan syariat, tetapi jauh lebih dalam maknanya.

Selama ini manusia selalu terpaku pada sudut pandang dunia. Ketika dia terluka, dia menganggap itu petaka. Padahal sudut pandang akhirat bisa saja berbeda. Itu adalah sebuah kenikmatan hanya kita tidak pernah menyadarinya. Karena kita terlalu sombong dan bodoh untuk mencari artinya.

Dan aku sadar sesudah itu, bahwa setiap langkah dan keputusanku selalu dipenuhi nafsu. Nafsu membentuk takdirku dan aku jatuh karena ambisiku. "Tuhan, bantu aku.." begitu pasrahku ketika lututku sudah tidak berdaya dan kepalaku tertekan ke tanah dalam posisi menyerah.

Penyerahan diriku itu membawa dampak menyakitkan. Aku dihajar habis-habisan dalam situasi yang jauh lebih menekan. Bukannya membaik malah semakin menghantam. Tapi tidak ada yang bisa kulakukan.

Akhirnya ada saat dimana akalku terang terbuka. Apa yang dulu kuanggap penghalang, ternyata adalah peluang terbuka. Satu persatu benang kusut masalah terurai. Aku sadar, tidak bisa menyelesaikan satu masalah dengan sekali tepukan. Manusia harus melalui semua proses untuk pembelajaran. Bahwa dirinya bukanlah apa-apa tetapi sombongnya melebihi Tuhan.

Kuceritakan kepada saudaraku apa yang pernah terjadi pada diriku. Dia mendengarkan dengan penuh minat dan logika berfikirnya terbuka. Ketika ia sudah paham, yang dibutuhkannya hanyalah kesabaran.

Tiga tahun berlalu dan kamipun bertemu kembali. Dia tersenyum melihatku. Wajahnya bercahaya, menandakan masalahnya satu persatu terurai. Dia tampak lebih tenang, bijak dan dewasa. Masalah itu mengajarinya. 

Dan sempat kudengar ia menasihati seorang saudara yang saat ini sedang terkulai. "Jangan cemaskan masa depanmu, itu urusan Tuhan. Cemaskanlah masa lalumu, dengan cara apa kamu bisa membayar maksiat yang pernah kamu lakukan ?"

Secangkir kopi datang. Kuseruput dengan pelan.
Kopi selalu mengingatkanku melalui ujung lidahku. Bahwa sejatinya hidup ini sangat pahit dan kita harus menambahkan sedikit rasa manis supaya semua seimbang...

Dikutip dari halaman Facebook @DennySiregar

Saturday, 8 June 2019

ISLAM ITU SALAH...



"Setiap kali dia bikin gol, saya langsung menjadi muslim.."

Begitu teriakan seorang suporter Liverpool, klub sepakbola profesional dari Inggris ketika berbicara tentang Mo Salah. Ini hanya ungkapan metafora saja dengan perasaan euphoria, bukan secara nyata suporter Inggris yang terkenal beragama bola itu langsung jadi mualaf.

Mohamed Salah Ghaly atau Mo Salah memang menakjubkan. Striker kebanggaan Mesir dan sekarang merumput di Liverpool ini sudah menjadi ikon bagi para penggila bola disana.
Orang Liverpool sangat tahu Mo Salah beragama Islam, dan itu ternyata mempengaruhi mereka. Hasil riset dari Stanford University menunjukkan, sejak Mo Salah gabung di Liverpool tahun 2017, kriminalitas terhadap muslim disana turun sampai hampir 19 persen.

Bahkan menurut Stanford, kebencian terhadap Islam (Islamophobia) dari fans Liverpool di Twitter, turun drastis menjadi 50 persen. 

Stanford University menemukan bahwa faktor kebanggaan warga Liverpool terhadap pemain berusia 26 tahun dengan skor 71 gol dari 104 pertandingan itu menjadi penyebab utama turun drastisnya kebencian terhadap Islam disana.

Kebencian terhadap agama Islam sebelumnya tinggi sekali di Liverpool. Itu karena dipengaruhi oleh kejahatan ISIS dan para radikal yang malas dan berisik meski minoritas dan sibuk mengkafir-kafirkan penduduk sana. Tetapi sejak ada Mo Salah yang bahkan membawa Liverpool juara, kebencian itu turun drastis. 

Mo Salah membawa kecintaan kepada mereka. Hilang sudah stereotip bahwa Islam sebagai agama teroris dengan gol-gol indahnya Mo Salah dan kemampuannya merendahkan hati di depan para pengagumnya.

Mo Salah dengan sadar menjadi pendakwah Internasional dengan keahliannya menggiring bola. Ia tidak perlu memakai gamis dengan jenggot panjang dan jidat menghitam beserta seruan ayat-ayat untuk mengenalkan agamanya kepada dunia. Ia cukup bermain cantik dan produktif sehingga siapapun akan bangga terhadapnya terlepas dari apapun agamanya..

Apa yang dilakukan Mo Salah seharusnya menampar keras mereka yang menamakan diri mereka "ustad" atau "ulama" yang sibuk menjual ayat demi kepentingan sesaat. Apalagi mereka yang menjual jargon "cucu Nabi" supaya bisa membeli Rubicon dan bisa dapat empat istri supaya orang mau mengakui.

Apa yang bisa kita ambil dari pelajaran diatas ?
Bahwa berdakwah bisa dengan cara apa saja, bahkan tidak perlu banyak kata apalagi pake teriak-teriak dengan toa. Cukup dengan menunjukkan siapa diri kita maka mereka akan menghargai dari apa yang kita lakukan.

Agama Islam sempat dipandang tinggi pada masa Ibnu Sina, Al Khawarizmi yang mengenalkan konsep Aljabar dan Algoritma, Ibnu Khaldun dan banyak lagi ketika para ilmuwan itu memperkenalkan agama mereka dengan keilmuan, bukan dengan teriakan caci maki, mata memerah dan hidung mendengus layaknya sapi yang sudah lama dikebiri. 

Sekarang masa kejayaan itu sudah hilang diganti dengan banyaknya bom bunuh diri. Agama Islam masa kini pemeluknya semakin besar, tetapi - sialnya - banyak yang otaknya semakin mengecil, karena jarang dipakai untuk mengkaji.

Kalau Mesir punya Mo Salah, Indonesia punya Mo Kabur.. Sama2 berprestasi di dunia Internasional. Cuman satu di Liverpool, satunya di Saudi. Satunya pemain bola, satunya lagi pelari..
Pengen seruput kopi..

Dikutip dari halaman FB @DennySiregar

Tuesday, 4 June 2019

- AKU BUKAN SEORANG MUSLIM -


"Benarkah kamu seorang muslim?."
Pertanyaan lama seorang teman ini pernah menghantui pikiranku. Ada ego yang mendadak mendesak keluar ketika pertanyaan itu pertama kali dilontarkan, "Ya. Aku muslim.." Ingin kujawab seperti itu.
Tapi tunggu dulu. Temanku ini selalu mempunyai jawaban yang lebih dalam dari sekedar sebuah keilmuan, yaitu pemahaman.

Kata Imam Ali dalam sebuah nasihat indahnya, "Periwayat ilmu itu banyak, tetapi yang memahaminya sedikit.." Dalam artian, siapapun bisa menyampaikan sebuah ilmu. Pertanyaannya, apakah ia paham apa yang ia sampaikan ?

Dan berbulan-bulan aku mencari jawabannya. Bahkan butuh tahunan.
Sampai akhirnya secara tidak sengaja aku bertemu seorang pendeta. Kami berdiskusi melintasi ruang-ruang keagamaan. Bagi kami, agama itu adalah sebuah petunjuk, sebuah kompas yang harus dipegang dalam perjalanan di dunia, jika tidak manusia akan tersesat di rimba belantara hidup yang penuh dengan jebakan..

Ia berkata, "Kita ini sejatinya bodoh, tetapi sombongnya luar biasa. Kita menganggap diri kita tahu segalanya, tapi sebenarnya tidak tahu apa-apa. Kita merasa diri kita benar, tetapi sejujurnya kita ini salah..."

Ia menyeruput kopinya. "Semua petunjuk itu mengandung kebenaran, manusianyalah yang salah mengartikan. Petunjuk-petunjuk itu mengarahkan kita pada kebaikan, tetapi kita menafsirkannya dengan arogan. Kamu benar, aku salah. Padahal, benar dan salah bukan manusia hakimnya.."
Pada titik itulah aku sadar dan mulai paham...

Petunjuk tetaplah petunjuk. Ia membutuhkan pemahaman, bukan sekedar pengetahuan.
Islam mempunyai arti yang dalam, yaitu kepasrahan total kepada Tuhan dengan mengikuti petunjuk RasulNya. Bukan sekedar sebuah simbol atau aksesoris yang disematkan dengan kebanggaan.
Petunjuk itu harus dipahami dengan nilai kemanusiaan dan kerendahan hati yang luar biasa, karena kesombongan menutup fakta yang ada. Mereka yang mempelajari Islam biasa disebut sebagai muslim. Tapi benarkah aku seorang muslim ?

Diriku mulai mengecil. Tidak aku sama sekali bukan seorang muslim. Petunjukku, jalan yang kupilih dengan sadar adalah Islam memang benar. Tetapi untuk bisa pasrah hanya kepada Tuhan, aku sama sekali tidak berdaya..

Mulut munafikku selalu bilang, aku percaya padaNya. Tetapi ketika datang kenikmatan berupa kemiskinan, aku menganggapnya musibah. Kemunafikanku berbicara aku pasrah padaNya, tetapi ketika diuji dengan sedikit kekurangan, aku bergetar ketakutan.

Dimana arti kata "pasrah kepada Tuhan" yang selalu kujadikan slogan kebenaran jika aku sendiri tidak pernah punya keyakinan yang benar terhadapNya ?
Mengakui diriku sebagai seorang muslim, sejatinya seperti seorang pelari yang masih berada di garis start tetapi sudah merasa menjadi pemenang.

Aku menjadi orang sombong tanpa kusadari, hanya karena mengklaim bahwa akulah pemenang. Bodoh tanpa kusadari. Dan aku hidup dalam kebanggaan tanpa pernah paham bahwa sebenarnya aku ditertawakan banyak orang..

Kuambil handphoneku, kukirim pesan pada temanku itu..
"Bukan aku bukan seorang muslim. Aku sedang berusaha menjadinya dan mencapainya. Muslim atau bukan diriku, bukan aku yang menentukan.."

Lama kemudian temanku membalas pesanku. "Kamu sudah mulai paham.."

Kuseruput secangkir kopi malam ini. Bahkan untuk pengetahuan sesederhana itu, aku harus berjalan sangat jauh. Sungguh aku sejatinya tidak mengerti apa-apa..


Dikutip dari Halaman FB @DennySiregar

Monday, 3 June 2019

- KITA YANG MUNAFIK INI...-



"Jujur, sebenarnya saya malu kalau ikut acara bukber. Malu sama orang miskin dimana di bulan puasa ini kita sedang mencoba memahami kelaparan mereka, ketiadaan mereka...

Karena kita sedang berpura-pura menjadi mereka, tanpa sedikitpun menjadi mereka. Kita berbuka dengan kemewahan, sedang mereka tetap seperti apa adanya. Kita punya hari kemenangan, sedangkan mereka setiap hari merasakan kalah...

Kita hanya menjalankan perintah, sedangkan mereka menjalani hidupnya. Kita hanya menunda lapar kita, sedangkan lapar ada dalam setiap tarikan nafas mereka...

Bahkan kita lebih senang menjalankan ritual tanpa perduli maknanya. Kita lebih senang menyimpan uang untuk belanja makanan berbuka puasa, tanpa memikirkan berbagi rejeki pada mereka yang sedang tidak berpunya.

Saat lebaran kita memamerkan apa yang kita punya pada keluarga, tanpa sedikitpun berfikir bahwa ada kepala keluarga yang bingung ketika anaknya bertanya, "besok kita makan apa, pak ?"
Dan setiap tahun, saya selalu merasa kalah. Kalah oleh kemunafikan saya. Tidak ada sedikitpun yang saya bisa banggakan sebagai kemenangan..."

Perkataan temanku yang beruntun itu seperti mengingatkanku kembali akan makna berpuasa, yang hanya terdengar dalam mimbar2 ceramah dan hilang ketika kaki melangkah pulang.
Manusia selalu menghibur dirinya bahwa ia sudah melakukan ibadah, padahal ia sejatinya hanya menjalankan kewajiban belaka. Tanpa ada perintah, bisa jadi manusia akan selalu lupa fungsi dirinya di dunia..

Ah, sudah hampir buka. Kusiapkan secangkir kopiku sebagai teman pengingat ketika diri ini merasa berada di puncak kejayaan...


Oleh : Denny Siregar
Dikutip dari halaman Facebook @DennySiregar 

Sunday, 2 June 2019

- Men"Tarbiyah"kan Hamunan Paradoks -

Gambar mungkin berisi: langit dan luar ruangan 

Banyak nan letai...
Banyak nan kepo...
Junjuongan mati taji...
Penguaso nan dikato-kato...

"Gotah menggotah" paliong mumpuni...
Hamun ma hamun lah ndak takonang kaji ghibah...
Meraso paliong "Tarbiyah" mengaji...
Padahal khotam pun olun bab Thaharah...

Buruok balako kebijakan penguaso...
Togak dibarisan pembangkang...
Maghaso diri taaniayo dan taseso...
"Toat kek pemimpin" olah jadi kaji usang...

Hamunan paradoks dianggap "Tarbiyah"...
Masuok kek kandang "Tarbiyah"...
Meghaso diri paliong Tarbiyah...
Hamunan bukan Pendidikan...
Meghaso terdidik nyatonyo Hamunan...
Indak konang dan khotam kaji tuah Lisan...

Balajaw Penderhaka kek pemimpin...
Balajaw toat kek keduo ughang tuo...
Padahal ughang tuo dan penguaso...
Samo-samo status "Maqom" nyo sebagai Insan...

Oh...Paradoks...
Oh...Tarbiyah...
Hamunan paradoks nan dianggap "Tarbiyah"...


Oleh Pitopangsan


Sunday, 26 May 2019

- "BELEK NAN TASINGGUONG LARANYO" -

Hasil gambar untuk Belek kosong


Junjuong-manjunjuong...
Tadah Goleh pun nan paliong angek...
Fitonah kaulak kamudiok...
Junjuongan Kalah...
Goleh Pocah...
Tadahpun indak takonang LEGOWO noaang...


Siklus 5 tahunan sakali....
Dikubilatkan jadi...
Sakralitas politik...
Nan basalinduong Ugamo...

Sara dan Konflik...

Belek nan tasingguong laranyo...
Belek longang...

Belek soghik...
Pemerintah tagotah-gotah...


Belek nan tasingguong laranyo...
Belek Ponuoh Dulangnyo...
Horamkan batarimo kasih...
Kek Tuhan dan pemerintah...


Belek nan tasingguong laranyo...
Pemerintah diamun-amun...
Sobab belek nyo taguncang-guncang...

Dan Junjuongan tatilontang K.O...

Belek nan tasingguong laranyo...
Olah konyang isi powik...
Olah taboli pakan dan susu anak...
Olah taisi pupuok kobun sawit...

Olah batambuoh loteng walet...
Olah bisa manginyam kudo bosi...

Pulang pai nayok Umroh dan Hoji... 
Ndak kan tandeh 7 turunan...
Razoki imau du...


Indak ciek lisan pun...
Tauntai ucapan syukur apolei Kamsiah...
Samo Penguaso...
Seolah-olah pemerintah...
Banodo sampai korak nerako...

Dasar Tuman !...


 Oleh Pitopangsan

Saturday, 25 May 2019

- NEGERI AJAIB ITU BERNAMA INDONESIA... -

Keterangan foto tidak tersedia. 



Sejak sebelum Pilpres kita sudah sangat waspada dengan senjata Firehose of Falsehood..
FoF atau propaganda kebohongan yang diyakini menjadi kebenaran ini menjadi senjata ampuh untuk memenangkan pertarungan Pilpres dibanyak negara. Dari senjata ini akhirnya terpilihlah para pemimpin yang menang bukan karena kemampuannya memimpin, tetapi karena kemampuannya menjatuhkan lawan politiknya dengan fitnah.

Jokowi sejak memimpin negeri ini sudah diserang dengan berbagai isu mulai PKI, antek China, sampai anti Islam. Pihak lawan seperti punya nafas yg panjang untuk membangun isu selama 5 tahun terus menerus tanpa putus. Dan pengaruhnya sangat terasa karena fitnah itu masuk ke majelis, pengajian sampai ceramah Jumat.

Digempur isu yang sama terus menerus, jelas akan berpengaruh terutama pada rakyat yang tidak punya pendirian dan kebanggaan akan dirinya. Banyak masyarakat yang melemparkan masalah ekonomi mereka pada Jokowi. Bahkan ketika Jokowi sedang membangun infrastruktur untuk menaikkan tingkat ekonomi, tetap saja dicibir habis-habisan.

Tapi menariknya, negeri ini ternyata bertahan jauh lebih kuat dari propaganda kebohongan itu sendiri.
Mendekati Pilpres, muncul kekuatan dari masyarakat dari semua tingkat sosial maupun lintas agama untuk membela Jokowi. Mereka tiba-tiba menjadi militan dengan turun kebawah dan bertarung di media sosial. 

Ada ketakutan dari mereka yang biasanya apatis terhadap pemilu, dan akhirnya keluar untuk bertarung habis-habisan. "Bukan waktunya lagi diam.." begitu kata teman seorang CEO di perusahaan multinasional yang biasanya tidak perduli pada pemilu. Bahkan dia sengaja menunda liburannya keluar negeri hanya untuk memilih seorang Jokowi. Mengagumkan..
Bahkan dari sisi umat Katolik, yang biasanya tidak pernah mencampur urusan politik dengan agama, tiba-tiba bergerak bersama dengan bahasa politik kebangsaan. 

Ya, Pilpres 2019 ini bukan sekedar memilih siapa Presidennya, tetapi lebih kepada bagaimana mempertahankan negeri ini sekuat tenaga dari serbuan kaum radikal. Ada ketakutan bahwa Indonesia bisa seperti Suriah, Libya, Irak kelak jika tidak ada gerakan militan mempertahankannya.
Dan Indonesia sekali lagi membuktikan kedigdayaannya..

Disaat banyak negara habis dengan senjata pemusnah massal berupa fitnah dan hoax yang menghantam massif, negeri ini tetap berdiri dengan kokoh dengan memenangkan pemimpin yang benar. Kita sejatinya sedang berjuang membela diri sendiri dari arus kuat radikalisme yang sedang mencengkeram. Dan kita menang.

Riak-riak kerusuhan pasca Pilpres dari mereka yang mengamuk karena kalah, itu seperti nafas dan gerakan terakhir dari musuh bernama radikalisme itu. Mereka kecewa berat tahun 2019 ini bisa jadi adalah lonceng kematian mereka. Karena itulah mereka membangun kerusuhan dan ternyata mereka kalah, sekali lagi.

Saya sendiri menjadi percaya dengan narasi "Negeri ajaib dari Timur.." yang muncul di beberapa kitab tua yang sering diartikan bahwa itu adalah Indonesia. Keajaiban tidak datang dengan sendirinya, ia hadir dalam bentuk perjuangan-perjuangan yang muncul setahap demi setahap karena peristiwa. 

Rasanya merinding ketika melihat bahwa bisa saja kita kalah dan negeri ini menjadi Suriah kedua.
Tapi kita berhasil membuktikan, bahkan kepada dunia internasional, bahwa benteng kokoh bernama Pancasila itu, layak dijadikan pelajaran bagi banyak bangsa didunia. 

Kita harus bangga pada negeri ini dan diri kita sendiri. Kita angkat secangkir kopi jika nanti sudah saatnya berbuka...

Penulis oleh : Denny Siregar
Dikutip dari halaman FB DennySiregar


Tuesday, 14 May 2019

- Jangan jadi Paradoks, Jika UNESCO mengukuhkan-NYA Kelak -

Hasil gambar untuk candi muara takus



Waisak akan diadakan perayaannya di-kota peradaban tuo Nagoghi "Candi Muara Takus". Kepercayaan ini adalah suatu tantangan hebat bagi Stake Holder Riau terkhususnya Gubernur Riau, Syamsuar dan Bupati kabupaten Kampar beserta Instansi Dinas Pariwisata RIAU yang akan terlibat aktif dalam mensukseskan perayaan nasional tahunan ummat Buddha diseluruh indonesia. Memang berasa amat ganjil dan sangat terkejut bercampur bangga, selaku anak nagoghi yang beradat jati Kampar. Berasa ganjil karena, selama ini perayaan Waisak selalu diadakan dan identik dengan Komplek Candi Borobodur, Magelang Jawa Tengah. Sontak tetiba Peradaban Tuo Nagoghi "Komplek Candi Muara Takus." positif akan diamanahkan menjadi tuan rumah pusat perayaan hari raya Waisak Nasional seluruh Indonesia. Wow, Amazing sekali ! Perlahan tapi, pasti sejarah ketenaran peradaban tuo beserta fakta kebenaran historisnya akan "mengelupaskan kulitnya" sehingga menampakkan "Isi sejarah" yang sebenarnya. 

Sedikit wawasan buat kita selaku anak jati kampar, bahwa dahulu (perkiraan Akhir Sebelum Masehi hingga Awal Masehi) dikala dunia dikuasai oleh 3 kekuatan peradaban adidaya : Peradaban India, Peradaban Tiongkok dan Peradaban Srivijaya (SwarnaBumi/SundaLand). ketiga peradaban ini punya cerita kejayaannya masing-masing dan punya plot sangat kuat dalam mengembangkan kultur budaya, sosiologi bahkan memiliki ketersambungan interkoneksi dalam hal Kerohanian dan pendidikan spritual (Aliran Mahayana). Jalur sutera yang dirintis pada masa 3 peradaban meliputi : Jalur daratan india (Nalanda) - SwarnaBumi - Jalur Pesisir Tiongkok, tidak lain adalah merupakan jalur perdagangan bisnis, jalur menempuh pendidikan spritual keagamaan para bikhsu dan bikhuni. Nah, kompleks candi muara takus yang sekarang ini dulunya adalah merupakan basis kedua pendidikan spritual teologis para bikhsu/bikhuni setelah NALANDA (India). Didua kota pendidikan ini lah (Nalanda dan Swarnabumi) semua bikhsu dan bikhuni ditempah spritual keagamaannya. 

Sebenarnya, kompleks candi muara takus ini sudah lama menjadi cagar budaya bangsa. Namun, masih belum dikukuhkan permanen menjadi Cagar Budaya Dunia oleh Unesco layaknya Borobudur yang sudah menjadi warisan budaya Dunia lebih dahulu. Jika, diteliti lebih mendalam sejarah pembuatan dan berdirinya kedua kompleks candi ini sangat jauh berbeda, ditengarai kompleks Candi Muara Takus punya historis labeling penanggalan yang cukup tua ketimbang pendirian kompleks Candi Borobudur. Diprediksi kompleks candi muara takus eksistensinya mulai wujud ketika penguasa raja Ashoka berjaya (berkisar Akhir SM hingga Awal Masehi- 4 Masehi). 

Lantas pertanyaannya sekarang adalah : "Apa orientasi kedepan kita selaku anak jati kampar untuk mengorbitkan, mempromosikan kompleks candi muara takus agar menjadi situs Warisan Dunia (UNESCO) ? Jawabannya adalah WELCOME terhadap TAMU. Karna Akhlak Rasulullah yang sampai detik ini menjadi suatu Interaksi positif lagi bermanfaat yang sangat dijunjung nilai-nilai tradisinya oleh bangsa arab adalah "MEMULIAKAN TAMU".

Sekian, terimakasih
Semoga bermanfaat


Oleh Pitopangsan (NF)



Friday, 10 May 2019

Gus Dur: Jika Kamu Ahli Ibadah, Jangan Pandang Rendah Orang yang Tak Beribadah

Gus Dur: Jika Kamu Ahli Ibadah, Jangan Pandang Rendah Orang yang Tak Beribadah



MusliModerat.net - WEJANGAN KH. ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR)
Jika Allah memudahkan bagimu mengerjakan sholat malam, Maka janganlah memandang rendah orang-orang yang tidur.

Jika Allah memudahkan bagimu melaksanakan puasa, Maka janganlah memandang rendah orang-orang yang tidak berpuasa dengan tatapan menghinakan.
Jika Allah memudahkan bagimu membuka pintu untuk berjihad, Maka janganlah kamu memandang rendah orang-orang tidak berjihad dengan pandangan meremehkan.

Jika Allah memudahkan dirimu dalam mengais rezky bagimu, Maka jangan memandang rendah orang-orang yang berhutang dan kurang rizkynya dengan pandangan yang mengejek dan mencela. Karena itu semua adalah titipan Allah yang suatu saat akan kau pertanggung jawabkan kelak.
Jika Allah memudahkan pemahaman agama bagimu, Maka janganlah kamu meremehkan orang-orang yang belum faham agama dengan pandangan hina.

Jika Allah memudahkan ilmu bagimu, Maka janganlah kamu sombong dan bangga diri, Karena Allah lah yang memberimu pemahaman itu.
Boleh jadi orang yang tidak mengerjakan qiyamul lail, Puasa (sunnah) tidak berjihad dsb mereka lebih dekat Allah daripada dirimu.
Al-fatihah...

Wednesday, 8 May 2019

"SEJARAH TANPA FAKTA ADALAH FIKSI."


Example : Moh. Yamin pernah nyatakan bahwa semangat sangsaka merahputih (Kebangsaan Indonesia) itu sudah ada ribuan tahun dikala Patih Gajah Mada mengikrarkan Sumpah Palapanya yang termashur itu.

Padahal, fakta sejarahnya bahwa istilah BANGSA, baru terbangun (ada) pada tahun 1928, era tahun 20 an ini secara fakta sejarah, masyarakat terbentuk dengan panggilan istilah "Bangsa Sumatera", "Bangsa Celebes", "Bangsa Java" dan lain-lain. Semua masyarakat dulunya terwakilkan oleh panggilan "Bangsa" wilayahnya masing-masing. Pasca Ikrar Sumpah Pemuda tahun 1928 barulah beragam jenis bangsa diatas tadi meleburkan diri jadi satu dengan sebutan "BANGSA INDONESIA".
Pertanyaannya sekarang dengan pernyataan Moh. Yamin diatas adalah : "Apakah sama visi misi ikrar nya patih gajah mada dengan ikrar yang dicetuskan oleh pemuda-pemudi bangsa dalam kerangka Sumpah pemuda 1928 ?". Jawabannya tidak sama, dan punya perbedaan yang sangat substansial dari tujuan awal diikrarkannya kedua sumpah tersebut. 

- Ikrar sumpah maha patih gajah mada berorientasi misi penaklukkan ekspansi tanah dan kekuasaan diluar Java (yang dulu dikenal dengan nama NUSANTARA). Istilah Nusantara adalah panggilan wilayah diluar tanah java (pulau jawa). Ikrar sumpah palapa ini, kemudian diiringi dengan trik dan strategi kebijakan "EKSPEDISI PAMALAYU" supaya tujuan penyatuan pulau-pulau Nusantara jadi terwujud. 

- Sementara Ikrar Sumpah Pemuda tahun 1928 itu punya orientasi merangkul perbedaan bangsa-bangsa di Nusantara dalam rangka menyatupadankan hati, pikiran dan semangat dalam suatu konsep "KEBANGSAAN YANG SATU" yakni dalam satu wadah BANGSA INDONESIA. Ikrar 1928 ini, sangat soft tanpa ada kekerasan apalagi penaklukkan perang untuk tunduk dalam satu wilayah (Lebih menekankan konsep perundingan dalam suatu kesepakatan bersama).

Nah, Ikrar Sumpah Pemuda 1928 ini sejatinya adalah EMBRIO perintis dari semangat "KECINTAAN TERHADAP TANAH AIR YANG SATU." 


Terimakasih, Semoga bermanfaat
Oleh : Pitopangsan (NF)

Wednesday, 1 May 2019

- Singkap Tabir Manfaat Wacana Pemindahan Ibukota -

Hasil gambar untuk ibukota pindah
Wacana Pemindahan Ibukota tak ada yang istimewa jika disikapi sebagai pengalihan isu. Kenapa ? karna bila wacana ini jadi fakta (Kenyataan dilapangan) kedepannya maka, ada dua rahasia besar manfaat yang tersirat (belum terungkap) yaitu :

1. Mematahkan Image dimasyarakat bahwa selama ini "Jawa jadi titik sentral perekonomian Indonesia."
2. Mengaplikasikan sila ke-Lima Pancasila "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia."
Pemindahan Ibukota dalam suatu negara itu bukan hal yang musti diboombastickan, apalagi hanya dianggap sebagai pengalihan issue semata. Negara dan pemerintah pusat tentu punya agenda kepentingan Nasional untuk menata ulang kembali Perekonomian Nasional dari jalur Tata Ruang Kota Ibukota yang lebih baik dan safety (aman) kedepannya. Jika, wacana ini menjadi bukti nyata dilapangan oleh Pemerintah Pusat, maka Negara memang sangat concern (serius) membuat pemerataan Pembangunan Ekonomi (yang selama ini telah terbangun image dimasyarakat bahwa "Sentralisai Jawasentris" perlahanakan pupus) dan keadilan sosial secara nasional akan tercipta.
Tentu wacana pemindahan Ibukota ini bukan sekedar isu ecek-ecek yang tanpa perhitungan, tanpa riset penelitian ataupun tanpa pertimbangan matang dan strategis untuk membangun kepentingan nasional yang lebih beradab dan berkeadilan untuk jangka panjang.
Sekian. Semoga bermanfaat.
Oleh Pitopangsan

Monday, 29 April 2019

"Polemik Potang Balimau Yang Tak Perlu Diperdebatkan Lagi Tiap Tahun"

Hasil gambar untuk Potang balimau bangkinang





1. Innamal a'malu binniat !
Tergantung niatannya apa melaksanakan balimau kasai (Potang Balimau). Ritual ibadah kah ? Atau bergembira menyambut bulan ramadhan (Efek Positif Psikologis) ? (Bukankah bergembira menyambut bulan Ramadhan telah didalilkan dalam Hadist?) Bersuka cita (Riang Gembira) menyambut kedatangan bulan Ramadhan itu lebih tepat niatannya, apabila hendak melakukan Potang Balimau. Pasang niatannya yang mendekati kebenaran agar tidak gegabah memvonis sesuatu yang berhulu dengan niat. Niat diperjelas dulu baru pekerjaan bisa dilakukan.

2. Balimau kasai (Potang Balimau) memang benar adanya bukan Syariat Islam, dan bukan juga tradisi hindustani.
Tapi yang lebih bijak kita katakan bahwa balimau kasai atau mandi bersama disungai itu tradisi orang tempo dulu dan tradisi orang berumah ditepiam sungai, kenapa begitu ? Karna orang tempo dulu belum punya Fasilitas mandi Indoor (Ruangan Tertutup) dirumah mereka masing-masing (disinilah Mindset kita dituntut untuk jeli dan bijak menilik suatu keadaan yang belum sama sekali ada dimasa lampau). Jangan terlalu kita paksakan "SIKONTOL" (Situasi, Kondisi, Toleransi) kekinian dengan tempo dulu yang belum ada sama sekali. Kembalilah kepada niatan masing-masing " Balimau Kasai (Potang Balimau) dilakukan niatannya untuk Ritual Ibadah menyucikan dirikah atau lebih dalam lagi niatannya bergembira menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan (Substansi Psikologis)." Sekali lagi niat dituntut lebih awal. Karna itu pondasi suatu pekerjaan.

3. Segelintir juga ada yang berasumsi " Balimau Kasai mengundang maksiat."
Tunggu dulu dan bijaksana perlu diutamakan, jikalau memang ada bukti mari tugas masyarakat bangkinang untuk menertibkan itu semua dan dibenahi agar tak ada klaim sepihak merasa paling bersih dan suci menyambut kedatangan bulan Ramadhan. Jangan sampai black hole (asumsi maksiat) yang setitik ini merusak niatan masyarakat Bangkinang yang ingin bergembira menyambut bulan Ramadhan tercemar kotor.

4. Historis nya Balimau Kasai (Potang Balimau) itu, kebudayaan masyarakat ditepian sungai (DAS). Kepikiran gak yang anti ama Potang Balimau Kasai bahwa Rasulullah Muhammad berdomisili di gurun pasir (Daratan) bukan tepian sungai (DAS). Sikapi dan "pandanglah"  Potang Balimau Kasai dari sudut serapan Antropologi dan budaya masyarakat lokal tempoe doeloe :)

Selamat menyambut riang gembira datangnya Ramadhan.
Mohon maaf zahir dan bathin.

Oleh Pitopangsan (NF)




Potang Balimau, Destinasi Wisata Hati Sambut Ramadhan

Hasil gambar untuk balimau kasai bangkinang Dahulu kala, labuh raya masyarakat bukan jalan beraspal tapi, sungai. Jalur lalu lintas teramai adalah sungai. Dimana ada aliran sungai disitu ada kehidupan masyarakat dan peradaban manusia. Air sungai merupakan sumber kehidupan masyarakat, mata pencaharian masyarakat, aktifitas sosial masyarakat, bahkan mampu menjadi benteng pertahanan militer. Banyak sekali fungsi dan manfaat sungai bagi keberlangsungan hidup masyarakat dulunya. 

Fitrah manusia zaman now mampu memanfaatkan fungsi sungai yang telah diberikan oleh Allah untuk hambanya. Air sungai bersifat bersih lagi mensucikan, oleh karnanya banyak masyarakat yang mandi disungai untuk membersihkan badan dari segala kotoran badan. Mandi merupakan salahsatu fitrah manusia dalam hal menjaga kebersihan badan. Orang yg mandi berarti kebersihannya terjaga, dan menjaga kebersihan merupakan sebahagian dari iman. 

Menyambut bulan ramadhan kedepan, tradisi balimau kasai merupakan upaya masyarakat untuk merasakan kegembiraan akan datangnya bulan suci ramadhan. Beragam ekspresi kegembiraan masyarakat muslim menyambut kedatangan ramadhan, ada yang bersilaturrahim saling mengunjungi sanak family dan orangtua. Ada melakukan ziarah kubur yang merupakan sunnah rasulullah dan dianjurkan oleh rasulullah ziarah kubur. Ada yang berzikir, mengaji dan melakukan acara tausiah. Ada juga yang hanya sekedar bertafaqur dan merenung kejadian ramadhan yang lampau. Semuanya itu adalah aktifitas bathin manusia dalam rangka menghormati datangnya bulan suci ramadhan, tidak ada yang menyimpang semuanya adalah fitrah manusia yang lumrah. 

Selamat menyambut bulan suci ramadhan dengan hati gembira dan bersih. (Balimau kasai dan silaturrahim merupakan destinasi wisata hati yang menyenangkan psikologis).

Oleh Pitopangsan (NF)




Saturday, 27 April 2019

"Fenomena Pencurian Kerbau Berpotensi Memupuskan Populasi Kerbau Di Kabupaten Kampar".


Residivis Kampung Diarak dengan Kerbau Curian


Maraknya pencurian Kerbau (alias: Cilok Kobow) yang terjadi di Kabupaten Kampar, membuktikan bahwa profesi ini sangat menguntungkan bagi pelaku kejahatan. Sekalipun profesi hitam tersebut tergolong sangat sukar dan berat untuk dipraktekkan dilapangan oleh para pelaku kejahatan, namun mereka sangat professional dan terlihat amat sangat terlatih (terampil) dilapangan pasca melakukan aksi. Selain lihai memetakan lokasi target pencurian dengan metoda intai dan survei agar mudah menentukan bagaimana situasi dan kondisi lapangan, mereka pelaku juga punya kebiasaan rutinitas keluar ditengah malam atau menjelang subuh hari, untuk melaksanakan aksi kriminalnya. Selain aktifitas diatas, mereka pelaku juga familiar lakukan aksinya dikala musim penghujan atau dikala hujan turun sangat deras. Bisingnya tetesan air hujan menambah kemudahan bagi pelaku untuk leluasa dalam lakukan aksi. Mereka bukan sekedar pencuri amatiran yang minim kecerdasan, minim keterampilan dan minim kelihaian. Profesi yang mereka tekuni bukan profesi ecek-ecek (alias kaleng-kaleng) untuk memenuhi kebutuhan nafkah hidup diri dan keluarga. 

Lebih jauh lagi, profesi ini punya efek domino yang sangat mengancam dan menghancurkan siklus ekosistem populasi kerbau itu sendiri. Mengapa tidak ? Terancam dan musnahnya pertumbuhan populasi kerbau kedepan buat generasi muda yang akan datang diKabupaten Kampar tentu menghilangkan jati diri entitas lokal masyarakat kabupaten kampar yang suka beternak kerbau (alias : Bolo Kobow). Secara psikologis efek pencurian kerbau bagi masyarakat sudah kadung trauma ketakutan bahkan sudah alami kerugian tenaga dan materi selama memelihara ternak kerbau mereka. Bersusah payah membesarkan kerbau dan memeliharanya, tetiba petir disiang bolong ternak yang dipelihara mati atau hilang dicuri. Psikologis peternak pasti akan terganggu bahkan bisa jadi DOWN yang pada akhirnya berujung pada sikap ogah untuk beternak Kerbau kembali. Jangan sampai kondisi ini terjadi

Sekian...
Semoga Bermanfaat !
Mari Galakkan Terus Beternak Kerbau, demi anak cucu kita kedepan. 

Oleh Pitopangsan (NF)

Friday, 26 April 2019

Menyingkap Tabir Semiotik Lagu “Imagine” dan “Losing My Religion”

Hasil gambar untuk imagine

Apa yang ada di benak kita saat mendendangkan dua lagu yang sempat menjadi hits dari John Lennon “Imagine” dan lagu dari REM yang berjudul “Losing My Religion”? Beberapa pasti bakal menganggap bahwa kedua lagu tersebut sebagai “berbahaya” namun mungkin pula ada sebagian menganggap kedua lagu tersebut sebagai “baik-baik saja”. Mereka yang mengatakan bahwa lagu “Imagine” berbahaya oleh sebab mereka merujuk pada beberapa kalimat di dalam lagu tersebut yang menyiratkan gerakan anti-agama dan serupa dengan lagu “Imagine”, lagu “Losing My Religion” juga bernada serupa. Lalu darimana sebagian yang lain mengatakan bahwa kedua lagu tersebut disebut sebagai “baik-baik saja”? Alasan mereka untuk menyebut kedua lagu tersebut sebagai “bukan berbahaya” akan tetapi “baik-baik saja” dilandasi oleh pemaknaan terhadap kedua lagu tersebut lewat prosedur pemaknaan semiotika dan bukan literal. Secara umum, sebenarnya apapun hasil pem-baca-an seorang pembaca baik literal maupun semiotik, jika ditelaah lebih lanjut selalu merupakan suatu hasil dari penandaan. Ini merupakan hal yang tidak bisa disangkal sebab bahasa sendiri adalah media yang bersifat simbol. Jadi kedua pendapat sebenarnya bermain dengan bahasa; kedua pendapat sebenarnya bermain semiotika.

Buchbinder sendiri mengatakan bahwa pem-baca-an secara niscaya adalah suatu proses memperlakukan suatu teks dengan cara-cara tertentu sehingga makna diperoleh. Makna yang diperoleh inilah dapat disebut sebagai pesan yang ada di dalam teks.

First, there are the sets of relation and distinctive features common to all utterances in the language; these are opposed in turn to an aspect that may be called poetic. As Roman Jacobson said that the poetic function is emphasize merely on for the message for its own sake (1991: 41).

kemudian ia melanjutkan bahwa:

The reading of poetic texts then must first be seen in a correct relation to the reading of more ordinary texts. Features such as rhyme, rhythm, repetitions of words, phrases or images draw the reader’s attention away from any reference to the context of reality (1991: 42.)

namun  apakah pem-baca-an semiotika meluputkan secara total sebuah karya sastra terhadap dunia sesungguhnya? Jawabannya adalah tidaklah demikian. Dunia sesungguhnya tetaplah cermin utama di dalam pemaknaan sebuah karya sastra. Problem utama dari usaha naif untuk bersikap puritan di dalam mem-baca dus memaknai sebuah karya adalah dengan memperlakukan karya lepas dari induknya, yaitu: dunia, bahasa, pengarang. Semua karya sastra memakai medium bahasa dan ketika ia terlahir ke dunia ia tentulah dibuat: 1) karena ada dunia sebagai cerminnya, dan 2) mengikuti kaidah konstruksi bahasa sebagai landasan eksistensi kebermaknaannya. Hal demikian telah pula disinggung oleh Chandler sebagai berikut: “A text is an assemblage of signs (such as words, images, sounds and/or gestures) constructed (and interpreted) with reference to the conventions associated with a genre and in a particular medium of communication(2007: 5)” dan justru aspek linguistik bahasa-lah yang kemudian menjadi tumpuan atau jangkar (anchorage) bagi pemaknaan sebuah karya sebagaimana dikatakan oleh Barthes bahwa “Linguistic elements can serve to ‘anchor’ (or constrain) the preferred readings of an image: ‘to fix the floating chain of signifieds‘” (dalam Chandler, 2007: 204).

Mengapa tadi dikatakan bahwa dunia, bahasa, pengarang ambil peranan di dalam pem-baca-an suatu karya? Apakah dengan memasukkan pengarang ke dalam sesuatu yang mencelupi pem-baca-an berarti makna yang dihasilkan berarti menjadi sesuatu yang rigid? Atau dengan kata lain, jikalau pengarang mengatakan bahwa karyanya memiliki arti A dengan demikian berarti kita mengatakan bahwa tiada penafsiran lain terhadap karya tersebut yang sah selain A? Tidaklah demikian. Sebab sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pem-baca-an merupakan suatu keadaan aktif memberikan makna terhadap ruang-ruang kosong yang ada di dalam teks. Ia adalah keadaan aktif mengkonstruk imaji dari apa yang tertulis di dalam teks sebagaimana dikatakan oleh Iser (dalam Selden dkk., 1997: 50). Kondisi ini juga dinyatakan oleh Gadamer (dalam Selden dkk., 1997: 54) sebagai pengisian ruang kosong di dalam teks sebagai bentuk interaksi pembaca dengan maksud pengarang yang berwujud teks.

Apa yang dikatakan oleh Gadamer tidaklah sesederhana itu. Ia menambahkan bahwa interaksi ini berlangsung dalam kondisi kekinian pembaca; bahwa apa yang dilakukan pembaca di dalam membaca (atau mengisi ruang kosong) berlangsung dalam taraf pengetahuan pembaca. Tidaklah mungkin pembaca membuat tafsiran di luar pemahaman bahasa dan pengetahuan yang dimilikinya pada saat proses pemaknaan berlangsung (dalam Abulad, 2007: 17-19 dan Palmer, 2005: 290-292). 

Sehingga proses pembacaan adalah bisa dikatakan sebagai “pembacaan bersama teks-teks lain” dan “pemaknaan terkotori [atau terbantu?] oleh teks-teks yang dibaca sebelumnya” atau Kristeva menggunakan istilah intertekstualitas teks (dalam Chandler, 2007: 197 dan Junus, 1985: 87-88). Perlu digarisbawahi bahwa “pengetahuan tentang pengarang” oleh pembaca tidak bisa dilepaskan dari penafsiran semiotika meskipun pembacaan semiotika bukanlah pembacaan dalam rangka mencari makna yang dimaksudkan oleh pengarang. Sebab sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pemaknaan adalah bersifat kekinian pembaca (Gadamer Selden dkk., 1997: 54) dan pemaknaan telah ditakdirkan bukanlah pekerjaan untuk menyamakan makna yang kita peroleh dengan makna yang dimaksudkan pengarang (Barthes, 1977). Sebab merujuk kepada apa yang dikatakan oleh Kristeva dan juga Gadamer, pem-baca-an berlangsung bersama teks-teks lain dan pada akhirnya akan menghasilkan produk kondensasi berupa “kompromi” simbol dan makna; atau berupa fusi horizon pembaca dengan pembuat teks.

Ok, dapatlah dimahfumi hal demikian. Namun bersandar kepada apa yang telah kita bicarakan di paragraf awal tulisan ini, keadaannya tidaklah segampang itu. Bagaimana jika pembaca BAHKAN ketika sudah mendapatkan kondensasi simbol dan makna sebenarnya masih dihantui oleh sesuatu yang telah pernah ia sengaja tidak ambil? Bagaimana jika semesta simbol dan makna yang telah ia pilih ternyata masih dibayang-bayangi oleh alusi yang lain? Pemikiran demikian dimuntahkan oleh Derrida (dalam Belsey, 2001: 116) untuk menunjukkan bahwa pemaknaan adalah sebuah permainan yang tak pernah usai dimainkan. Sebenarnya Gadamer sudah menyinggung tentang hal itu. Kedinamisan bahasa dan semesta makna membuat pemaknaan yang tetap musykil terjadi. Pem-baca-an dan tafsir selalu bersifat kekinian sedangkan simbol-makna lain sebenarnya tidak pernah terhapus namun hanya tercoret saja karena “itu” masih tetap di sana; bersama dengan pemaknaan yang telah kita buat dan “itu” bisa saja secara radikal menyeruak menggugat dan lalu menggantikan makna yang sebelumnya telah jadi.

Kembali kepada dua lagu yang kita bahas di dalam tulisan ini, Imagine dan Losing My Religion memberikan “tantangan” bagi pem-baca-an serius. Jika kita baca lirik Imagine maka beberapa baris akan memberi permainan penentuan makna [sementara]. Ketika seorang pembaca berhadapan dengan dua baris pertama lagu ini,

Imagine there’s no heaven, it’s easy if you try
No hell below us, above it’s only sky

ia bisa saja mengatakan bahwa lagu ini tidaklah menggugat agama, lagu ini adalah lagu yang mengkritik bagaimana orang-orang yang beragama menyalahgunakan agama untuk mengklaim langit mendukung mereka padahal sebenarnya nafsu keserakahan ada di dalam hati mereka. Mungkin jika menyinggung ini, seorang pembaca ada kemungkinan akan membayang pikiran pada satu baris dari Counting Crows dalam lagu Big Yellow Taxi: “They paved paradise to put up a parking lot“. Bayangan pembaca bahwa lagu ini bukan tentang memusuhi agama semakin diperkuat mungkin dengan kata pertama imagine dan baris penutup bait pertama dari lagu ini adalah “imagine all the people, living for today“. Pembaca dapat saja mengatakan bahwa kata kuncinya adalah living for today. Jadi dia mendapatkan dua hal dari baris ini: 1) bahwa lagu ini hanya sebuah perumpamaan, dan 2) lagu ini menggugat keadaan terkini, saat orang-orang menggunakan agama sebagai topeng atas keserakahan.

NAMUN pembaca tersebut bisa saja di dalam pem-baca-annya merasa terbayang-bayangi oleh apa yang telah dinyatakan oleh John Lennon, penulis lagu Imagine, bahwa:

“But the song ‘Imagine,’ which says, Imagine that there was no more religion, no more country, no more politics is virtually the communist manifesto, even though I am not particularly a communist and I do not belong to any movement. You see, ‘Imagine’ was exactly the same message, but sugar-coated. Now ‘Imagine’ is a big hit almost everywhere; anti-religious, anti-nationalistic, anti-conventional, anti-capitalistic song, but because it is sugar-coated it is accepted. Now I understand what you have to do” – John Lennon

Bilamana pem-baca-an berlangsung dalam keadaan demikian [mengetahui dunia, bahasa, dan pengarang [dus intensi penciptaan suatu karya]], seorang pembaca pastilah harus mencoret salah satu bagian dari semesta simbol dan makna yang tersedia bagi pem-baca-annya dan berkata bahwa “ini” adalah makna dari teks ini. Momen seorang pembaca MENENTUKAN bahwa lagu tersebut “hanya perumpamaan” dan “sindiran terhadap penyalahgunaan agama” serta “bukan anti agama” dus “ajaran atheis-komunis” selalu terbayang-bayangi oleh kemungkinan penjungkalan radikal oleh makna lain yang tadinya dicoret bahwa “ya, lagu ini sebenarnya adalah lagu provokasi anti-agama”.
Lalu apa kaitan lagu ini dengan lagu dari REM, Losing My Religion? Meskipun lagu dengan lirik seperti ini:

Life is bigger
It’s bigger than you
And you are not me

dan kemudian di bait lain:

Losing my religion
Trying to keep up with you
And I don’t know if I can do it
Oh no I’ve said too much

dikatakan BUKAN tentang seseorang yang “sudah tidak percaya lagi akan iman” atau “hilang kepercayaan terhadap Tuhan” oleh sebab dikatakan bahwa ungkapan “losing my religion” adalah sebuah ungkapan orang Amerika Serikat daerah Selatan yang artinya: “sudah tidak percaya lagi kepada seseorang” dan bahkan band REM juga menyatakan demikian, akan tetapi generasi simbol dan makna yang ditimbulkan lirik dan video klip lagu ini dapat menegasikan pernyataan band REM bahwa lagu ini bukan tentang “hilang kepercayaan terhadap Tuhan”.

Pembaca [atau dalam konteks ini, penikmat musik] lagu Losing My Religion tidaklah bisa untuk menghapus kemungkinan pem-baca-an lain bahwa lagu ini MUNGKIN memang tentang “hilang iman” sebab arti religion memang agama. Saat seorang penikmat lagu [atau pembaca lirik] berada di dalam momen menentukan bahwa lagu ini adalah tentang “cinta bertepuk sebelah tangan atau unrequited love” ia bakal selalu dibayang-bayangi oleh simbol atau makna lain yang ia coret (namun masih kelihatan; bukan dihapus) atau ia hilangkan (meskipun bayangan itu selalu potensial untuk kembali) bahwa “ya, lagu ini sebenarnya adalah tentang hilang iman”. Jadi sampai di manakah kita? Apakah kita lantas menjadi pembaca yang tidak mau menentukan makna ataukah memang kata-simbol-makna adalah hal yang rapuh sebagaimana ungkapan dari Derrida bahwa menentukan sesuatu adalah keterpaksaan oleh keadaan saat itu yang bisa jadi terasa “inadequate yet necessary” sebab kita terus bergerak meskipun dalam bayang-bayang terdekonstruksi oleh, justru, diri kita sendiri.

Saturday, 13 April 2019

"Taqiyyah Politik dan Netralitas SAS (Syeikh Abdul Somad) persis sama dengan imam syafi'i bertaqiyyah saat dipaksa untuk akui Al qur'an adalah Mahluk dengan memakai isyarat jari jemarinya." (edisi Kritisi).




Hasil gambar untuk syekh abdul somad
Barang jadi SAS lupa bahwa menjaga jarak dalam politik kekuasaan itu bukan hanya sekedar menolak jabatan strategis atau menjauhi istana. Menolaknya bukan berarti sudah cukup pasti untuk terhindar dari "debu-debu politik kekuasaan". Komitmen bathin dan lisan yang selama ini terinkrahkan oleh SAS dari berbagai sumber youtube agar terus menjaga NETRALITAS selama PILPRES 2019 ternyata hanya sebatas strategi "mentaqiyyahkan politik" semata. Pertanyaannya sekarang "Bolehkah bertaqiyyah dalam politik?".

Jawabannya boleh, karna "Taqiyyah Politik" ini dulu pernah juga dilakukan oleh Imam Syafi'i agar selamat dari ancaman kematian dan mudharat terhadap diri beliau.Ada beberapa kalangan kecil ulama menyangsikan cerita taqiyyah sang imam dan menganggap ini sebagai kabar fitnah dengan berdalih bahwa kabar taqiyyah ini muncul pasca 14 tahun meninggalnya imam syafi'i. Namun, kebanyakan ulama aswaja akui bahwa kabar sang imam bertaqiyyah karna ancaman kematian oleh pasukan khalifah adalah benar adanya. Al hasil sang imam lolos dan selamat dari ancaman kematian, karena telah mengecoh pasukan khalifah dengan trik ilmu kalam. Sang imam menginterpretasikan dan berisyarat ke lima jarinya (jari jemarinya) sebagai mahluk. Inilah kelihaian ilmu kalam yang dimiliki oleh sang imam dimasa khalifah yang tidak semazhab dengan beliau akan menjadi ancaman bagi penguasa.

Sang imam (Syafii) sedari awal tak pernah ikrarkan komitmen kepada publik secara bathin maupun lisan untuk menetralkan ancaman dari khalifah. karna, sang imam berkeyakinan didalam hati dan ilmunya menolak bahwa Al qur'an bukan mahluk. Lain halnya jika sang imam pernah berkomitmen ?

Terimakasih, semoga menjadi ibrah manfaat

Oleh Pitopangsan

Friday, 12 April 2019

Tips memilih Caleg untuk masyarakat RIAU

Hasil gambar untuk jokowi amin dan partai pendukung


Berikut Tips dalam memilih Caleg di Pileg 2019 : 
1. Pilih jangan berdasarkan pamor ketenaran sahaja, titik beratkan pertimbangan pada jasa dan pengalaman yang sudah diukir, jangan coba-coba pilih caleg yang baru tanpa pengalaman dilegislatif sebelumnya. itu point pertama.

2. Pilih caleg parpol yang sesuai pilihan Pilpres jangan sampai salah dan bersilangan, jika dihati sudah memilih 01 otomatis pilih juga parpol-parpol yang mendukung 01. Jangan sampai gado-gado pilihan, yang pada akhirnya tidak membawa hasil akurat pada parlementary treshold parpol pendukung pilpres 01. Efek domino Pilpres mempengaruhi P.T. Partai politik dilegislatif.

3. Selain berpengalaman, pertimbangkan juga sifat kritis seorang caleg. Jujur sahaja tanpa sifat kritis ibarat makan lontong tanpa cabai, kagak pedas kagak menyengat, kagak hot dalam melantangkan aspirasi suara konsituen nantinya diparlemen jikalau duduk dikursi dewan.

4. Jangan pilih berdasarkan ghirah semata atau emosional truth atau Post Truth yang pada ujungnya akan tidak permanen dalam menegakkan integritas kebenaran. Mau muslim atau non muslim agama sang caleg sebaiknya dalam politik wajib dikesampingkan untuk sementara, karena sejatinya keragaman itu adalah keindahan dalam berpolitik.

Itulah 4 tips buat masyarakat Riau yang masih ragu dan perdana (pemula) dalam memilih Caleg kedepannya. Semoga kita cermat menganalisa, Siapa sahaja yang mampu membangun dan mengusung kemajuan bagi negeri Riau untuk 5 tahun kedepan.

Ingat jangan GOLPUT !

Siapapun pilihannya, tetap kata dan keputusan final 17 April 2019 sebagai ajang demokrasi dan penentu kemenangan buat seluruh masyarakat Indonesia. Semoga kita matang dalam memilih, dan semakin cerdas dalam menentukan sikap.

Selamat Mencoblos

Oleh Pitopangsan

Thursday, 11 April 2019

Mekanisme Payung Hukum Kebijakan Hutang dan Infrastruktur Negara

Hasil gambar untuk jalan tol dan hutang 






Klarifikasi pelurusan dibutuhkan selain untuk mencerdaskan masyarakat Riau juga media untuk perbandingan perimbangan informasi agar balance disalah satu pihak, jadi bukan sekedar fitnah atau post truth semata.

1. Tentang Hutang
Sejatinya hutang negara itu yang melegalisasikan (mensahkan) bukan lah tugas eksekutif (presiden), sosok presiden selaku eksekutif hanya sebatas mengajukan proposal hutang kepada DPR lalu, setelah dirapatkan maka, diketok palu oleh dewan sebagai dasar hukum untuk dilegalisasikan (disahkan). Itu point pertama yang butuh diluruskan. ringkasnya agar dipahami, tanpa acc Legislatif, pengajuan proposal hutang dari Eksekutif mustahil di eksekusi oleh Presiden. 

Point kedua tentang hutang adalah : jika telah diacc oleh legislatif barulah di eksekusi oleh Eksekutif via presiden yang semula telah mengajukan proposal hutang tadi. selanjutnya, syarat-syarat hutang negara tentu sudah dikaji ulang oleh team ahli kementerian ekonomi dan Fraksi bidang ekonomi bagian hutang negara, apa itu syaratnya ? hutang negara "RASIO HUTANG TAK BOLEH MELEBIHI 50% PDB," nah syarat ini tentu sudah diketahui semua kalangan baik team ahli ekonomi sampai fraksi bidang ekonomi tidak sembarangan masalah kebijakan hutang negara ini, semua punya prosedural baku dan ketat serta yang terpenting sudah disepakati oleh semua stakeholder. jadi, masyarakat tak bijak menyalahkan kembali kebijakan yang telah disepakati bersama karna kebijakan hutang tersebut secara konstitusional sudah miliki payung hukum.

2. Tentang Infrastruktur
Pelaksanaan infrastruktur butuh anggaran, sementara anggaran negara yang mengaturnya adalah LEGISLATIF selaku pengatur anggaran, Fraksi bidang pembangunan infrastruktur tentu sudah memberikan payung hukum kepada Eksekutif agar mengeksekusi kebijakan infrastruktur untuk kepentingan pembangunan nasional dalam jangka panjang. Jadi, presiden hanya sekedar pelaksana infrastruktur (eksekutor), jika kebijakan infrastruktur tak di acc legislatif maka, presiden tentu tak bisa mengerjakannya, karna anggaran tak cair untuk membangun. Itu mekanismenya jadi gak perlu repot-repot lagi membahas legalitas (keabsahan) infrastruktur. yang sudah sesuai konstitusi.

Point tambahan tentang Infrastruktur adalah : sudah ada instruksi presiden untuk PU dan BUMN dalam melaksanakan proyek infrastrukturnya dengan diwajibkan menggunakan bahan ASPAL KARET. otomatis kebijakan Inpres tersebut mampu mempengaruhi DEMAND dan SUPPLY terhadap KARET (getah). Efeknya tentu positif terhadap kenaikan harga karet buat petani karet.

Oleh Pitopangsan

Apa Jasa Prabowo Ditanah Riau ???

Gambar terkait

Blok Rokan kembali ke tanah air via Pertamina itu adalah suatu jasa besar yang telah dilakukan oleh perusahaan milik negara BUMN terhadap masyarakat Riau untuk mewujudkan jargon "TOLAK PENGELOLAAN ASING & NASIONALISME EKONOMI". Masyarakat Riau harus cerdas bahwa dibalik professional Pertamina dalam mengikuti tender bisnis, itu bukan semata-mata pencitraan untuk merebut hati rakyat Indonesia, tapi lebih jauh daripada itu pemerintah pusat proxy Pertamina telah membuktikan bahwa SUMBER DAYA MANUSIA kita mampu untuk mengelolah BLOK ROKAN. Kemampuan ini tentu harus diperkuat lagi dengan meningkatkan terus penjualan dan produksi minyak. Hal ini tentu tantangan hebat buat PERTAMINA dan jadi motivasi kuat mereka untuk terus membangun tanah air agar semakin sejahtera seperti layaknya PETRONAS Malaysia, yang notabene dulunya telah belajar langsung kepada PERTAMINA kita.

Blok Rokan yang dimenangkan oleh Pertamina itu adalah bukti nyata bahwa pemerintah pusat serius untuk wujudkan NASIONALISME EKONOMI bukan Nasionalisasi. Pertarungan TENDER antara Pertamina kontra Chevron ini bukanlah barang pencitraan politik, semua ini adalah murni profesional penawaran bisnis. Tidak gampang untuk memenangkan tender pengelolaan Blok Rokan yang selama 50 tahun ini telah dikuasai oleh perusahaan bonafit profesional PT. CHEVRON atas izin kontrak pemerintah ORDE BARU dulunya.

Chevron kalah tender dan positif hengkang dari tanah Riau, bukankah ini yang masyarakat Riau dambakan dan mimpikan ? kita selaku masyarakat riau wajib bersyukur dan berterimakasih kepada PERTAMINA selaku perusahaan perpanjangan tangan pemerintah yang berlabel BUMN karena mereka telah mampu membuktikan bahwa TANAH RIAU bisa dimiliki oleh bangsa sendiri. Itulah fakta kebenarannya bahwa NASIONALISME EKONOMI telah mampu diwujudkan ditanah RIAU melalui pengelolaan Blok Rokan oleh Pertamina. 

Cerdaslah masyarakat dalam memilih, pilihlah orang yang benar-benar telah berjasa besar kepada kita, terutamanya masyarakat Riau atas kembalinya Blok Rokan kebumi pertiwi pengelolaannya. Maju terus Pertamina !

Oleh Pitopangsan

https://www.facebook.com/BaladJKWJabarBanten2018/videos/622648748183807/?t=5

Thursday, 4 April 2019

Menggetahkan Pemerintah Plus 4 solusi Pemerintah Jokowi

Hasil gambar untuk getah karet di riau



Kebijakan presiden untuk mendongkrak kembali harga karet salah satunya dengan mewajibkan PU dan BUMN dalam membangun jalan TOL menggunakan ASPAL KARET. Bahan baku aspal karet ini nantinya pasti akan merangsang permintaan yang sangat banyak didalam negeri sehingga kebutuhan ekspor pasar luar negeri thd karet bisa direm dan dikendalikan, ternyata selama ini harga karet rendah penyebab faktornya adalah supply melimpah didalam negeri, lalu harga dimainkan oleh konsumen pasar luar negeri seperti Amerika dan Jepang untuk memproduksi industri hilir BAN kedua negara tersebut.

Jika infrastruktur jalan diseluruh indonesia, terutamanya 3 wilayah : Sumatera, kalimantan dan jawa kedepannya diwajibkan untuk menggunakan ASPAL KARET, barang jadi dan tentu mampu mempengaruhi harga karet dipasaran dalam negeri, Itu untuk jangka pendek. Sedangkan untuk jangka panjang, Hilirisasi Industri karet dalam negeri akan digenjot.

Persoalan harga karet diindonesia bukan hanya sekedar persoalan dalam negeri, fluktuatif harga karet dipengaruhi oleh persoalan GLOBAL, dimulai dari Thailand, Malaysia dan negara Amerika Latin juga terimbas dari "pahitnya" harga karet bagi petani karet.

Supply karet yang melimpah didalam negeri akan menciptakan EKSPOR bahan mentah karet itu sendiri terutama kenegara tujuan yaitu AMERIKA dan JEPANG. Tapi, ironisnya belakangan karna supply melimpah kepasar luar negeri , alhasil harga karet anjlok ditentukan secara sepihak oleh negara-negara pengimport karet yang sangat merugikan sepihak kesejahteraan ekonomi petani karet.
SOLUSI JITU buat Ekspor karet agar harga karet merangkak naik adalah : "SUPPLY KARET KE PASAR HARUS DIKENDALIKAN.atau MENGEREM EKSPOR KARET."

Oleh Pitopangsan

Saturday, 16 February 2019

- Interpretasi salah paham masyarakat dalam menyikapi konsep Wala' & Bara' Ibnu Taimiyyah di negara Demokrasi yang Damai (Tidak Perang) -

Hasil gambar untuk wala bara


Banyak yang terlampau semangat mempelajari konsep Al-Wala' wa Al-Bara' nya syaikh ibnu Taimiyyah tanpa menganalisa lebih teliti apa yang melatarbelakangi seorang syaikh selevel ibnu Taimiyyah sangat keras dan militan dalam menerapkan konsep wala' dan bara' pada masanya dan kondisi seperti apa yang sedang dialami oleh masyarakat muslim saat itu. 

Syaikh Ibnu Taimiyyah hidup dikala perang salib berkecamuk dan penyerbuan bangsa tar-tar (mongol) ke baghdad, kondisi negara saat itu bukan dalam keadaan damai sentosa. Kondisi chaos terciptanya perang, menuntut ummat islam pada masa itu untuk mempertahankan semangat dan kekuatan militer dalam menghalau musuh. Konsep Al-wala' dan Al-bara' lah yang menurut pemikiran syaikh ibnu taimiyyah sangat mumpuni untuk membangkitkan GHIRAH perang ummat islam pada era perang salib dan penyerbuan bangsa tar-tar melanda Dinasti islam di baghdad.

Jadi, sangat amat wajar dan realistis konsep yang digaungkan oleh syaikh ibnu taimiyyah didalam kondisi kritis, genting dan berkecamuk perang pada kala itu. Konsep wala' dan bara' tadi dianggap sebagai "dopping" pembangkit semangat perangnya ummat islam dalam menghadapi musuh islam yang mampu mengancam kekhalifahan islamiyah (faktor keamanan negara).

Karna, alasan perang itulah konsep wala' dan bara' sangat keras, disipilin dan kaku diterapkan oleh syaikh ibnu taimiyyah kepada ummat islam pada waktu itu.

Pertanyaan sekarang yang muncul adalah :
Bagaimana konsep wala' dan bara' ini digaungkan jika, negaranya dalam keadaan tidak perang alias damai, aman, sentosa, rukun dan berdemokrasi ??? Terlebih-lebih lagi hanya sebatas mempertahankan issue politik kekuasaan bukan dalam hal mempertahankan keamanan negara (kesatuan negara).

Indonesia bukanlah ladang yang tepat untuk menghembuskan konsep ghirah religiusitas, karna masyarakat Indonesia punya demokrasi dalam beragama yaitu kebebasan dalam memeluk dan menjalankan syariat agama masing-masing. Konsep wala' dan bara' dinegara yang damai (tidak perang) justru akan memicu disintegrasi bangsa yang dipicu oleh issue SARA.

Oleh Pitopangsan

Sunday, 10 February 2019

- Anti Jokowi Part 3 -

Hasil gambar untuk islam nusantara


Pada tulisan artikel "Anti Jokowi Part 1" sebelumnya diuraikan mengenai "asumsi buta" sebahagian oknum masyarakat awam terhadap anjloknya harga getah dipasaran jual, disebabkan karna tak adanya proteksi kebijakan harga getah dari pemerintah Pakde Joko. Sehingga ujug-ujug tanpa menganalisa dan mempertimbangkan instrumen supply/demand atau instrumen kualitas mutu dari produksi getah itu sendiri, petani/cukong langsung gerah dengan melampiaskan kekecewaan/kekesalan kepada pemerintah yang berkuasa. Al-hasil sudah kadung kecewa/kesal semua kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintahan pakde Joko dipersalahkan dan tidak ada yang benar dimata mereka. Malahan, terdengar suara sumbing (sebagai Issue Propaganda) membanding-bandingkan hebatnya pemerintahan Mr. president SBY dulu mampu membuat harga getah melambung mahal dari harga normal. Bertitik tolak dari "asumsi buta" inilah, banyak sebahagian oknum masyarakat awam kita menjadi buta akal sehatnya untuk menganalisa dan mengambil keputusan secara realistis. Padahal dalam ilmu ekonomi semua yang berkaitan dengan produksi, distribusi, konsumsi bahkan penetapan harga pasar itu ditentukan oleh instrumen pasar yaitu DEMAND & SUPPLY. Jadi, berhentilah menyalahkan pemerintah dalam hal "getah menggetahkan" oranglain

Sedangkan, dalam tulisan artikel "Anti Jokowi Part 2" yang lalu juga diulas tentang issue fitnah yang menerpa Pakde Joko dengan mensatire marwah diri seorang pemimpin yang sudah jelas dan terang keislamannya dalam bersyariat. Lalu ujug-ujug muncul issue propaganda seperti issue PKI, keturunan tionghoa, Pakde Joko tidak islam karna dikelilingi Partai PDI-P bahkan sampai ke issue paham komunisme. Bermula issue propaganda dan fitnah diatas bersumber dari media cetak "OBOR RAKYAT" pada masa pilpres 2014 yang lampau. Al-hasil dari propaganda dan fitnah tersebut menciptakan semacam brainwash (cuci otak) dikalangan masyarakat awam yang tak sama sekali mengetahui fakta sebenarnya. Efek dari cuci otak tadi mempengaruhi emosional pikiran masyarakat untuk membenci dan anti Jokowi dalam pilpres. 

Tulisan artikel "Anti Jokowi Part 3" akan dilanjutkan dengan mengangkat issue "Menumpang emosi ummat dengan membawa issue SARA, bukan substansi agama."
Substansi dari beragama adalah kemaslahatan ummat bukan membawa mudharat kepada ummat dengan mensatire issue-issue SARA yang berujung propaganda, hoax dan fitnah terhadap lawan politik. Lantas sekarang kenapa agama dijadikan tameng dalam politik ? Jawabannya ada dua, jika dikalangan rakyat biasa (massa), agama hanya sebatas emosi. Sementara jika dikalangan elite, hanya menjadikan agama sebagai alat untuk meraih dukungan politik. 

Issue-issue agama yang dituduhkan terhadap pakde Joko diantaranya adalah : 

- Pakde Joko Keislamannya diragui karna dibarisan PDI-P
- Pakde Joko mengkriminalisasi Ulama
- Pakde Joko tidak bisa mengimami sholat berjamaah
- Pakde Joko mengucap Alfateka bukan Al fatihah
- Pakde Joko tak pandai mengaji
- Pakde Joko penganut Islam Nusantara
- Pakde Joko Jaenudin Ngaciro, dan lain-lainnya.

Kesemua dari issue agama diatas sama sekali tidak menyentuh substansi beragama yaitu KEMASLAHATAN ummat. Padahal kenyataannya dilapangan adalah :

- Pakde Joko masih beragama islam sampai sekarang
- Pakde Joko mengeluarkan SP3 terhadap kasus habib Rizieq, memberikan ruang kebebasan dalam   bersyariat tanpa adanya tekanan, membantu membangun infrastruktur pendidikan islam dan membantu membangun pondok pesantren, membantu menyumbang hewan Qurban diwaktu hari raya idul adha yang kesemuanya itu adalah untuk kemaslahatan ummat dan orang banyak (substansi agama tadi).
-Pakde Joko pernah mengimami sholat berjamaah
-Pakde Joko beda mengucapkan Al Fateka, karna faktor logat dan lisan orang jawa dalam mengucapkan makhraj huruf. Padahal arti inti didalam hati beliau adalah Al Fatihah yang bermakna Surat Pembukaan.
-Pakde Joko mampu mengaji al Qur'an
-Pakde Joko mengorbitkan Islam Nusantara dengan memberikan ruang terhadap seorang Qori pembaca Al qur'an dengan langgam jawa, tanpa merubah tajwid dan makhraj. Dengan syarat langgam mengikuti bacaan, bukan bacaan mengikuti langgam. Lantas apa yang salah dengan ke islaman Nusantara ???

Sekian, semoga bermanfaat dan tercerahkan.
Oleh Pitopangsan