Wednesday, 6 August 2014

Pembangkit Listrik Lumpur Lapindo Berbasis Teknologi Microbial Fuel Cell (MFC)

Lumpur Panas Lapindo

Judul Lengkap: Pembangkitan Listrik di Area Semburan Lumpur Panas Sidoarjo Berbasis Teknologi Microbial Fuel Cell (MFC) sebagai Solusi Energi Masa Depan

Saat ini Indonesia sedang dilanda Bencana semburan lumpur panas di daerah Sidoarjo yang telah berlangsung sejak 2006. Debit Lumpur sekitar 50.000m3/hari yang telah menenggelamkan 12 desa di Sidoarjo, yang pada akhirnya ratusan hektar lahan pertanian hancur, pendidikan, kebudayaan, Kesehatan, Ekonomi, Lingkungan dan Sendi-sendi sosial di Jawa Timur Terganggu. Hingga saat ini hiruk pikuk polemik terkait persoalan penyebab banjir lumpur dan proses penanggulangan lumpur juga masih berlangsung.

Aktivitas Lumpur sidoarjo mengeluarkan Gas metan dan mengandung mineral Senyawa Organik Polyclynic Aromatic Hydrocarbons (PAH), Logam karsenik seperti timbal, arsen, mangan,besi, kadnium, klorin dan gas metan yang ditemukan di titik semburan lumpur. Berdasarkan hasil uji diketahui bahwa kadar PAH sebesar 2128-55000 ppm dan gas metan sebesar 20-30% di udara. Kadar tersebut jauh dari di atas ambang batas normal yang ditetapkan oleh Guberbur Jawa Timur No.129 tahun 1996, yaitu ambang batas PAH sebesar 0,24 ppm dan ambang batas metana di udara sebesar 10% sejalan meningkatnya debit lumpur menjadi 100.000-150.000 m3/ hari sejak tahun 2008, hasil uji menunjukan terjadi akumulasi logam berat pada lumpur di ambang batas. Bentuk Energi merupakan energi yang paling praktis digunakan, namun konversi teknologi pembakaran yang biasa digunakan dalam pembangkitan listrik berdampak pada penipisan cadangan bahan bakar fosil dan peningkatan jumlah CO2 di udara, sedangkan konversi energi dari biogas menjadi listrik memiliki efisiensi yang rendah, yaitu kurang dari 40%. Yang akhirnya dibutuhkan pembangkit listrik dengan teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

Pembangunan pembangkitan listrik konvensional berbahan bakar fosil,batu bara dan panas bumi bagi daerah-daerah sulit untuk diimplementasikan. Data Departemen Energi Dan Sumberdaya Mineral (ESDM) tahun 2006 menyatakan bahwa pemakaian energi di Indonesia saat ini lebih dari 90% menggunakan energi fosil, yaitu minyak bumi 51,66%, Gas Bumi 28,57%, Batu bara 15,34%, sedangkan energi lain meliputi tenaga air 3,11%, panas bumi 1,32%, serta energi terbarukan 0,2%. Cadangan minyak bumi hanya mampu untuk 23 tahun mendatang, Hal ini mengindikasikan Indonesia akan mengalami keterbatasan energi dan terancam mengalami krisis energi di masa mendatang. Microbial Fuel Cell (MFC) merupakan teknologi bioelektro kimia yang mengkonversi energi biokimia menjadi listrik.yang biasanya berbahan bakar hidrogen murni dengan efisiensi 90% dan merupakan konversi tertinggi diantar biomassa lainnya. Prinsip kerja MFC adalah memanfaatkan mikroba yang melakukan metabolisme terhadap medium di anoda untuk mengkatalisis pengubahan materi organik menjadi energi listrik dengan mentransfer elektron dari anoda melalui kabel, menghasilkan arus ke katoda. Transfer elektron dari anoda diterima oleh ion kompleks di katoda yang memiliki elektron bebas.

Maka dari itu kita dapat menggunakan semburan lumpur lapindo dengan memanfaatkan kadar gas metana yang tinggi yang berasal dari aktivitas metabolisme bakteri aerob, sebagai sumber hidrogen untuk menghasilkan arus listrik. diharapakan dengan sistem ini kita dapat mengurangi produksi gas metan dan mampu menghasilkan energi listrik yang menjadi solusi alternatif terhadap ancaman krisis energi di Indonesia.

No comments:

Post a Comment