Jikalau gaji seorang pejabat negara saja, bisa mencapai Rp. 20
juta perbulan. Maka dalam setahun sebesar Rp. 240.000.000,- (Dua ratus empat
puluh juta rupiah). Sementara masa jabatan seorang pejabat negara tersebut
berkisar 5 tahun ( 1 periode ). Maka total income, pejabat negara tersebut
selama 5 tahun adalah Rp. 240.000.000,- x 5 Tahun = Rp. 1.200.000.000,- ( Satu
Milyar Dua Ratus Juta Rupiah )/5 tahun. Pejabat negara tersebut selama 5 tahun di berikan fasilitas rumah dinas
dan transportasi. Otomatis biaya kebutuhan hidup sehari-hari seperti makan,
minum, listrik, bahkan pulsa sekalipun ditanggung oleh negara, begitupun biaya
transportasi setiap bulannya dibebankan kepada anggaran belanja Negara/Daerah.
Ya, paling untuk biaya pengeluaran untuk membayar cicilan bulanan kredit barang
mewah seperti mobil dan pesawat jikalau ada. Kalau pun tidak ada otomatis total
income selama setahun sebesar Rp. 240 juta tersebut bulat sepenuhnya dimiliki
oleh satu orang pejabat negara. Pertanyaannya sekarang apakah itu cukup buat
mereka ?
Cukup ataupun tidak itu relatif, dan tergantung tipikal pejabat
negara. Ada 2 tipikal pejabat negara yang selama ini kita kenal, pejabat negara
yang dimaksud disini lebih kecil ruangnya dan sempit ruang lingkupnya seperti
contoh, jabatan kepala daerah kabupaten, Bupati.
1.
Tipikal bupati yang merasa puas dengan mengendarai sepeda dan bertipe pekerja
keras dan hobi olahraga, makanya postur tubuhnya tak neko-neko dan tidak begitu
menonjol kedepan bahkan terlihat langsing dan pas-pasan postur tubuhnya.
2. Tipikal Bupati yang tidak hobi mengendarai sepeda ontel bahkan mengatakan " teknologi sudah canggih-canggih, kenapa harus make kendaraan manual seperti sepeda ", kendaraan mobilkan lebih keren dan lebih prestise ketimbang sepeda?
Nah, tipikal pejabat bupati yang masuk kategori nomor 1 ini sama halnya dengan prinsip hidup si omar bakrie, seorang guru yang dianalogikan oleh iwan fals dalam tembangnya. Sederhana, dan rela mengabdi kepada negara sekalipun hidupnya pas-pasan.
Bedahalnya dengan, tipikal pejabat bupati yang dikategorikan masuk peringkat no. 2, tipikal bupati seperti ini biasanya banyak terbelit hutang, banyak mengeluarkan modal sebelum dia menjabat. Kalau cuma mengharapkan gaji pokok bulanan, tahunan saja tentu pastilah tak akan cukup untuk menutupi hutangnya selama masa periodenya menjabat. Kalau selama 5 tahun saja, total gaji yang dimilikinya hanya sebanyak 1,2 Milyar apakah mampu untuk menebus lunas semua hutang-hutangnya yang lebih besar dari pada incomenya tersebut ? iya, ya kalau hutangnya tersebut cuma dalam hitungan Milyaran saja, bagaimana kalau Triliyunan ? apakah masih bisa hidup dan bekerja dalam bingkai idealismenya seorang pejabat tersebut ? Atau malah melabrak ketentuan-ketentuan baku dalam sistem pemerintahan untuk memenuhi pundi-pundi kekayaan semata ? Hanya Alloh dan Seorang pejabat itu sendiri yang pasti mengetahui ! Budaya Korupsi, Suap, Sogok dan bahkan Gratifikasi atau pencucian uang itulah yang sudah meracuni otak dan keimanan mereka. Tak perduli memiliki perawakan yang berjenggot dan tak perduli memakai celana gantung sekalipun, kalau itu berhadapan dengan hutang dan uang apakah masih mau kita katakan pejabat tersebut memiliki keimanan ?
2. Tipikal Bupati yang tidak hobi mengendarai sepeda ontel bahkan mengatakan " teknologi sudah canggih-canggih, kenapa harus make kendaraan manual seperti sepeda ", kendaraan mobilkan lebih keren dan lebih prestise ketimbang sepeda?
Nah, tipikal pejabat bupati yang masuk kategori nomor 1 ini sama halnya dengan prinsip hidup si omar bakrie, seorang guru yang dianalogikan oleh iwan fals dalam tembangnya. Sederhana, dan rela mengabdi kepada negara sekalipun hidupnya pas-pasan.
Bedahalnya dengan, tipikal pejabat bupati yang dikategorikan masuk peringkat no. 2, tipikal bupati seperti ini biasanya banyak terbelit hutang, banyak mengeluarkan modal sebelum dia menjabat. Kalau cuma mengharapkan gaji pokok bulanan, tahunan saja tentu pastilah tak akan cukup untuk menutupi hutangnya selama masa periodenya menjabat. Kalau selama 5 tahun saja, total gaji yang dimilikinya hanya sebanyak 1,2 Milyar apakah mampu untuk menebus lunas semua hutang-hutangnya yang lebih besar dari pada incomenya tersebut ? iya, ya kalau hutangnya tersebut cuma dalam hitungan Milyaran saja, bagaimana kalau Triliyunan ? apakah masih bisa hidup dan bekerja dalam bingkai idealismenya seorang pejabat tersebut ? Atau malah melabrak ketentuan-ketentuan baku dalam sistem pemerintahan untuk memenuhi pundi-pundi kekayaan semata ? Hanya Alloh dan Seorang pejabat itu sendiri yang pasti mengetahui ! Budaya Korupsi, Suap, Sogok dan bahkan Gratifikasi atau pencucian uang itulah yang sudah meracuni otak dan keimanan mereka. Tak perduli memiliki perawakan yang berjenggot dan tak perduli memakai celana gantung sekalipun, kalau itu berhadapan dengan hutang dan uang apakah masih mau kita katakan pejabat tersebut memiliki keimanan ?
Tingkat level kesadaran hukum dan budaya jujur, beberapa pejabat
bupati sebagian mereka sudah di batas ambang kehancuran dan degradasi, tak ada
lagi idealisme yang mengakar di hati mereka untuk tetap berlaku bersih dan
tidak Corrupt. Kalau bekerja dengan jujur dan bersih mana mungkin para pejabat
tersebut bisa memenuhi semua kebutuhan lux mereka. Maka tersasarlah pos-pos
keuangan lewat anggaran daerah berupa proyek-proyek dan dana bantuan hibah adalah black hole bagi pejabat bupati tersebut
untuk mengelabui publik dan masyarakatnya. Tak haram pula, makanya banyak para
pejabat negara tersebut sudah mendekam dan merasakan dinginnya terali besi
(hotel Prodeo). Budaya corrupt ini, sungguh tak ada kaitannya dengan keimanan
seseorang, apalagi mengkorelasikan dengan dalamnya ilmu agama seseorang. Karena
takaran kejujuran dan tipikor itu adalah budaya dan karakter seseorang. Iman
hanya berkorelasi kepada tujuan vertikal dan tanggungjawabnya kepada Tuhan.
Sementara urusan corruption lebih kepada kelicikan dan kesempatan membaca
situasi. Lebih kepada orientasi keduniawian (Horizontal). Benar apa yang
dikatakan oleh bang napi, kejahatan dikarenakan ada kesempatan maka waspadalah !
Alangkah hinanya pejabat bupati yang berkedok atas nilai-nilai keagamaan hanya
sekedar untuk menipu Tuhan dan Masyarakatnya sendiri, semua mereka lakukan demi
uang untuk membayar hutang. Ironis bukan ?
No comments:
Post a Comment